oleh: Ragil Moendjahid
Bekasi, 25 Desember 2014
Bekasi, 25 Desember 2014
Sampah merupakan
masalah krusial yang dihadapi setiap negara di dunia, demikian juga Indonesia.
Menurut hasil penelitian untuk estimasi sampai tahun 2025, Indonesia merupakan
Negara Asia– selain Filipina– yang menghadapi permasalahan sampah terbesar (World
Bank, 1999). Permasalahan sampah tersebut telah berusaha ditangani oleh
pemerintah Indonesia ditandai dengan keluarnya beberapa regulasi, diantarnya UU
No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, Peraturan
Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga telah diundangkan sejak tanggal 15 Oktober
2012.
Namun demikian
permasalahan sampah masih belum kunjung selesai, seperti kurang siapnya
pemerintah memfasilitasi (Republika Online,
2012), dan kurangnya kepedulian masyarakat yang masih
membuang sampah ke kali (Hendro, 2014) dan
kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah masih minim (Info Publik, 2014). Ini
menunjukkan pengelolaan sampah belum dilaksanakan secara tuntas (Risdayanti,
2012).
Menurut survei BPS
(2012) pada perilaku mengelola sampah, 75,09% rumah tangga tidak melakukan
pemilihan sampah. Sedangkan dari sisi pengetahuan tentang pengelolaan sampah
seperti baterai, kaleng bekas obat nyamuk 77,82% tidak tahu cara
pengelolaannya. Survey ini juga memberi gambaran bahwa hanya 1 dari 5 rumah
tangga yang melakukan pemilahan dan masih ada perilaku membuang sampah
sembarangan yakni 1 diantar 25 rumah tangga. Sedangkan menurut survey KLH (2013),
76,1% rumah tangga tidak pernah memilah sampah hanya 5,8% selalu memilah. Sedangkan
perilaku mendaur ulang hanya 0,6 % dan membuat kompos 1,1 % (Tabel 1).
Tabel 1. Perilaku rumah tangga dalam
membuang sampah
|
|||
No
|
Perilaku
membuang sampah
|
N
|
Persen
|
1
|
Didaur
ulang
|
21
|
0,6
|
2
|
Dibuat
kompos/pupuk
|
37
|
1,1
|
3
|
Diangkut
petugas/ dibuang ke TPS
|
2095
|
63,9
|
4
|
Ditimbun
|
47
|
1,4
|
5
|
Dibakar
|
814
|
24,8
|
6
|
Dibuang
ke got
|
173
|
5,3
|
7
|
Dibuang
ke pekarangan atau kebun
|
41
|
1,3
|
8
|
Dibuang
ke laut
|
48
|
1,5
|
Total
|
3276
|
100
|
|
Sumber: Survei perilaku
masyarakat peduli lingkungan, 2012 (KLH, 2013)
|
Ini mengindikasikan bawa tingkat kepedulian
masyarakat dalam penanganan ataupun pengelolaan sampah masih rendah atau banyak
disebut dengan istilah rendahnya perilaku peduli lingkungan/ pro-enveronmental
behavior (PEB). Permasalahan tersebut harus segera ditangani. Bukan hanya dengan
regulasi dan prasarana seperti teknologi saja yang dibutuhkan namun perilaku mengelola
sampah juga harus dirubah (Bell, Greene,
Fisher, Baurn, 2001).
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian perilaku pro-lingkungan secara sistematis
dalam masalah sampah telah dilakukan selama lebih dari 40 tahun (Schultz et al,
2011). Banyak literatur telah membahas tentang tentang perilaku orang terhadap
sampah terutama sampah rumah tangga. Mosler,
Tamas, Tobias, Rodríguez dan
Miranda (2008) menekankan
pentingnya pengelolaan sampah dengan cara reuse,
recycling dan reduction (3R), Sukur,
Mohammed, Awang, & Sani (2012) lebih
menitik beratkan pada pencegahan perilaku membuang sampah sembarangan
(menyampah). Chawla dan Cushing (2007) dengan pendidikan peduli lingkungan dan
ada juga dengan aktivasi norma (de Kort,
McCalley, & Midden, 2008). Sedangkan Koda (2012) meneliti kolaborasi antara
warga dengan pihak pengelola sampah. Namun kita juga perlu mengatahui bagaimana
perilaku itu terbentuk sebelum melangkah lebih jauh.
1. Teori dan model Perilaku
Teori maupun model telah banyak
dikembangkan untuk menjelaskan ataupun memprediksi perilaku. Salah satu yang banyak
digunakan adalah TPB (Theory of Planned Behavior)
yang dikembangkan oleh Fishbien dan
Ajzen (1975). Model lain adalah MGB (Model Goal-Directed behavior) yang merupakan
pengembangan TPB yang dilakukan oleh Perugini dan Bagozzi (2001). MGB lebih dapat memprediksi niat perilaku
dibanding dengan TPB (Richetin, Perugini,
Adjali, & Hurling, 2008).
Gambar 1. Model
Goal-directed Behavior (MGB)
2. Edukasi untuk merubah sikap peduli
lingkungan/sampah
Pengetahuan seseorang
akan mempengaruhi sikap yang selanjutnya juga mempengaruhi munculnya perilaku (Fishbien & Ajzen, 1975). Peningkatan
pengetahuan dapat dilakukan dengan edukasi. Edukasi merupakan
bentuk persuasi dengan tujuan dan isi pesan didasarkan pada fakta dan dalam
penyampainnya tidak dengan memaksakan (Meyers, 2010).
Edukasi dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, loka-karya maupun ceramah dan
lain-lainnya. Pengetahuan lingkungan merupakan
dasar untuk semua perilaku peduli lingkungan (Mosler et al 2008). Pengetahuan akan mendorong orang untuk
bersikap prolingkungan, walau tentu ada hambatan-hambatannya. Demikian juga
pengetahuan tentang manfaat sampah akan memberi dorongan terhadap sikap yang
pada akhirnya perilaku kepada pemanfaatan sampah.
3. Motivasi meningkatkan niat
mengelola sampah
Telah banyak teori yang
menjelaskan tentang motivasi, diantaranya Teori Insting / Naluri, Drive-reduction
Theory, Teori Arousal (Rangsangan), Incentive Theory, Teori Kognitif dan Teori
Hierarki Maslow (Feldman,
1993).
Banyak penelitian telah
ditemukan dalam hal merubah perilaku orang dengan mengaktifkan motivasi untuk
mendorong niat bertindak. Koda (2012) meneliti tentang motivasi orang memilah
sampah. Tumbuh motivasi disini akibat adanya stimulus eksternal (incentive) berupa
system komunikasi lingkungan yang dibangun oleh pengelola sampah. Adanya stimulus
(komunikasi) tersebut memberikan banyak kemudahan (cara maupun pengetahuan
manfaat memilah) pada warga untuk berperilaku memilah sampah. Lain halnya Cialdini
et al (2006), pengaktivan motivasi dilakukan
dengan menerapkan norma sosial. Pengaktivan motivasi ini dapat mendorong adanya
perubahan perilaku seseorang. Motivasi yang muncul diaktifkan oleh rangsangan
(arousal) yakni norma sosial. Perubahan yang terjadi bergantung pada jenis
norma yang diterapkan. Norma deskriptif akan mendorong perubahan sikap mengacu
pada persepsi mengenai sesuatu hal yang dilakukan orang lain, sedangkan norma
injuntif mengacu pada apa yang sering
disetujui / ditolak kebanyakan orang. Selain itu faktor – faktor yang
mempengaruhi individu mematuhi norma – norma sosial diantaranya
adalah tingkat kesamaan persepsi,
karakteristik pribadi (Cialdini dan Goldstein 2004).
Faktor yang mendorong
intensi/niat untuk menentukan perilaku dikemukakan oleh Fishbien dan Ajzen (1975) yang biasa disebut dengan Theory of Planned Behavior (TPB),
dengan komponennya, sikap (yaitu, evaluasi terhadap perilaku, setuju atau
tidak), norma subjektif (yaitu, tekanan sosial yang dirasakan sehingga perilaku
itu perlu atau tidak untuk dilakukan) dan control perilaku (yaitu, persepsi terhadap
perilaku mudah atau sulit). Kemudia dikembangkan
dengan menambah belief/keyakinan yang mempengaruhi ketiga faktor sebelumnya (Fishbein & Ajzen, 2005). Mosler et. al. (2008)
mengembangkan TPB awal dengan beberapa faktor sentiment dan nilai biaya pada
sikap. Perkembangan penelitian menunjukan bahwa niat berperilaku juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor afeksi, motivasi dan proses otomatis (Perugini
& Conner, 2000). Orang tahu bahwa sampah dapat menggangu lingkungannya
(sikap positif), namun kalau dorongan untuk berniat kurang, orang cenderung
memperlakukan sampah seperti kebanyakan orang sekitarnya lakukan, misalnya
taruh sampah ditempat sampah, tidak perlu memilah.
4. Intervensi
Menurut Zaltman, Kotler & Kaufman (1972) ada lima hal yang perlu
diperhatikan untuk dapat melakukan intervensi pada sebuah komunitas, yang biasa
disebut dengan lima C (Cause, Change agency, Change target, Channel dan Change
strategies). Cause merupakan tujuan – tujuan sosial yang menjadi perhatian Change
agency. Change agency adalah penyelenggara program/ pelaksana intervensi.
Change target atau target perubahan merupakan komunitas yang menjadi sasaran
program atau intervensi yang dilakukan oleh change agency. Channel merupakan
saran/saluran yang dapat digunakan oleh change agency dalam melakukan perbahan
pada target, misalnya pelatihan atau pendidikan. Change strategies merupakan
strategi yang dapat digunakan dalam melakukan perubahan. Ada tiga strategi
dasar dalam melakukan perubahan yang dapat dilakukan oleh pelaksana program
yakni paksaan, pendidikan dan persuasif.
Penelitian untuk menggali strategi yang
tepat dalam intervensi telah juga dilakuan dengan teknik pengaktifan norma yang
berasal dari teori moral dari Schwartz (1977). Diantanya de Kort, McCalley & Midden (2008) norma implisit
dan eksplisit. Strategi dengan menggunakan norma
sosial banyak juga dilakukan penelitian dengan cara membandingkan beberapa
norma yang ada, diantaranya norma diskriptif dengan norma injungtif beserta
variannya (Goldstein, Cialdini, & Griskevicius,
2008), komunikasi persuasif dengan perpaduan norma deskriptif dan injungrif
(Cialdini, 2003).
Perubahan perilaku pengelolaan sampah rumah tangga akan efektif jika dilakukan dari ibu – ibu. Ini sesuai dengan penelitian bahwa ibu – ibu secara emosional lebih peduli terhapad lingkungan dan lebih bersedia untuk berubah (Lehman, 1999, dalam Kollmuss & Agyeman2002). Hasil survey KLH (2013) juga menunjukkan perempuan lebih mungkin untuk melakukan pemilahan sampah daripada lelaki. Untuk itu perlu dilakukan upaya menigkatkan perilaku mengelola sampah pada ibu – ibu rumah tangga. Salah satunya dengan pemberian motivasi ekonomi. Dengan menigkatkan perilaku mengelola sampah permasalahan sampah rumah tangga berkurang.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (BPS).(2012). Ringkasan Eksekutif Indikator Perilaku Peduli Lingkungan
Hidup 2012
Bell, P.A., Greene, T. C.,
Fisher, D.J., Baurn, A., (2001). Environmental Psychology, 5th ed.,
Calofornia: Wadsworth/Thomson Learning
Chawla, L & Cushing, D. F.
(2007) Education for strategic environmental behavior. Environmental Education Research, 13(4), pp. 437-452
Cialdini, R. B.
(2003). Crafting normative messages to protect the environment.Current
directions in psychological science, 12(4),
105-109.
Cialdini, R. B., & Goldstein, N. J. (2004). Social influence:
Compliance and conformity. Annual Review of Psychology, 55, 591-621
Cialdini, R. B., Demaine, L. J., Sagarin, B. J.,
Barrett, D. W., Rhoads, K., & Winter, P. L. (2006). Managing social norms
for persuasive impact. Social influence, 1(1), 3-15.
de Kort, Y. A., McCalley, L. T.,
& Midden, C. J. (2008). Persuasive Trash Cans Activation of Littering Norms
by Design. Environment and
Behavior, 40(6),
870-891. doi: 10.1177/0013916507311035
Fishbein, M., & Ajzen, I.
(1975). Belief, attitude, intention and behavior: An introduction to theory and
research.
Fishbein, M., &
Ajzen, I. (2005). The influence of attitudes on behavior. The handbook of attitudes,
173-222.
Feldman, R. S. (1993). Understanding psychology, 7th ed. New York, NY: McGraw-Hill.
Goldstein, N. J., Cialdini, R. B., & Griskevicius, V. (2008). A room
with a viewpoint: Using social norms to motivate environmental conservation in
hotels. Journal of consumer Research, 35(3), 472-482.
Hendro. (2014, Juli 22). Indek berita:warga Kaum
Bekasi Terancam Banjir. Retrieved Oktober 10, 2014, from : http://harianterbit.com/m/ welcome/read
/2014/07/22/5580/28/18/Warga-Bekasi-Kaum-Terancam-Banjir
Info Publik. (2014, Februari 4). Nusantara: Dinsih
Kota Bekasi Imbau Perusahaan Miliki Sistem Pengolahan Sampah. Retrieved
Oktober 19, 2014, from http://infopublik.org:
http://infopublik.org/read/67277/dinsih-kota-bekasi-imbau-perusahaan-miliki-sistem-pengolahan-sampah.html
Kementrian Lingkungan Hidup
(KLH), (2013). Survey Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan 2012.
Koda, S. (2012). The Motivation for
Proenvironmental Behavior: Household Waste Disposal towards Environmentally
Friendly Daily Life: Case Studies in Finland. Journal
of Educational and Social Research, 2(1),
191-198
Kollmuss,
A & Agyeman, J (2002): Mind the Gap: Why do people act environmentally and
what are the barriers to pro-environmental behavior?,Environmental Education
Research, 8:3, 239-260
Myers,
D. G. (2010). Social psychology. 10th ed
New York: McGraw-Hill.
Mosler, H. J., Tamas, A. Tobias, R., Rodríguez, T. C., & Miranda, O. G.
(2008). Deriving interventions on the basis of factors influencing behavioral
intentions for waste recycling, composting, and reuse in Cuba, Environment and Behavior, 40, 522-544
Republika Online. (2012, Mei 24). Home:
Nasional: Kurangnya Fasilitas, 800 Ton Sampah di Bekasi Terbengkalai. Retrieved
Oktober 10, 2014, from republika.co.id:
www.republika.co.id/berita/jabodetabek-nasional/12/05/24/m4i66-kurangnya
fasilitas- 800-ton-sampah- di-bekasi-terbengkalai
Richetin, J., Perugini, M., Adjali, I., &
Hurling, R. (2008). Comparing leading theoretical models of behavioral
predictions and post‐behavior evaluations.Psychology
& marketing, 25(12), 1131-1150.
Risdayani. (2012, Maret 6). Opini: Selamat Hari Sampah.
Retrieved Desember 20, 2014, from Haluankepri.com:
http://www.haluankepri.com/opini-/25841-selamat-hari-sampah.html
Schultz, P.W., Bator, R.J., Large, L.B., Bruni,
C.M., Tabanico, J.J. (2011). Littering in context: Personal and environment
predictors of littering behavior. Environment and Behavior January, 45(1), 35-59. DOI: 10.1177/0013916511412179
Schwartz, S. H. (1977). Normative influences on altruism. Advances
in experimental social
psychology, 10, 221-279.
psychology, 10, 221-279.
Shukor, F. S. A., Mohammed, A. H., Awang, M., &
Sani, S. I. A. (2012). Litter Reduction: A review for the important behavioral
antecedent approaches. Retrieved from http://www.internationalconference.com.my/proceeding/3rd_icber2012_proceeding/
147_426_3rdICBER2012_Proceeding_PG2133_2149.pdf
SSK (Strategi Sanitasi Kabupaten) Bekasi (2013), Strategi Sanitasi Kota Kabupaten Bekasi.
Bekasi: PPSP. Retrieved from https://www.
ppsp.nawasis.info/.../pokja/...bekasi/BAB%203%20profil%20sanitasi.doc
World Bank. (1999). What a Waste: Solid Waste Management in Asia. Washington: The
International Bank for Reconstruction and Development
Zaltman, G., Kotler, P., & Kaufman, I. (1972).
Creating sosial change. New York: Holt, Rinehart & Winston. p.174
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus