oleh: Ragil Moendjahid
Jakarta, 31 Desember 2014
PENGANTAR
Sampah merupakan permasalahan yang pelik, namun harus
ditangani. Pemerintah Bekasi dalam hal ini telah membuat Peraturan Daerah (Perda) Kota Bekasi nomor 15 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bekasi. Perda (pasal 4) tersebut
memiliki tujuan yang sangat mulia, pengelolaan sampah dimaksudkan “untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, menjadikan sampah
sebagai sumber daya, meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, serta
mengubah perilaku setiap orang.” Apalagi pasal selanjutnya, terutama poin (a)
menyebutkan ‘menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah.’ Namun di lapangan, sampah masih banyak persoalan. Seperti
kurangnya fasilitas yang disediakan pemerintah membuat
sampah menumpuk (Republika Online, 2012), kebiasaan masyarakat membuang
sampah ke kali menyebabkan banjir (Hendro, 2014).
Dimana sejak di berlakukan perda tersebut belum banyak perubahan yang
berarti. Menurut kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi, Junaedi tingkat kesadaran
masyarakat tentang pengelolaan sampah masih minim (Info Publik, 2014).
Pengetahuan tentang pembuatan maupun implementasi perda
tentang pengelolaan sampah, sangat kita perlukan untuk mengetahui efektifnya
perda. Kenyataan yang ada setelah implementasi perda, pernyataan tentang
kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah masih sering bermunculan,
baik dari pihak pemerintah sendiri atau kalangan yang merasa dirugikan karena
banyaknya sampah yang tidak tertangani. Pengetahuan kita tentang kesadaran
masyarakat untuk mengelola sampah dan pengetahuan kita tentang pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan pemda tersebut dapat membantu pemahaman kita tentang
masalah tersebut. Dimana sebetulnya tingkat kesadaran masyarakat, dan faktor
apa saja yang mempengaruhinya.
Metode yang digunakan dalam makalah ini mengkaji beberapa
artikel-artikel dan pernyataan orang kompeten terkait masalah peraturan
tersebut dan masalah kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah. Sedangkan fokus
kajian perda tentang pengelolaan sampah pada makalah ini adalah pasal 5 poin
(a), meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah.
DESKRIPSI MASALAH
Kurang tepatnya pemda dalam merumuskan dan implementasi kebijakan,
hasil yang diharapkan jadi kurang maksimal. Hal senada diungkapkan
Ketua Dewan Pakar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Bagong
Suyoto yang mempertanyakan kesiapan terkait masterplan dan standar operasional
prosedur (SOP) masalah sampah di Pemkot Bekasi
(Sihotang, 2014). Permasalahan itu perlu
diungkap agar diketahui faktor - faktor yang menyebabkan selanjutnya agar dapat
dilakukan perbaikan. Permasalahn persampahan yang terlihat di atas, dapat kita
kemukan sebagai berikut:
1.
Kurangnya kesiapan
pemerintah daerah dalam memfasilitasi penanganan sampah
2.
Kurangnya pengetahuan
warga akan nilai guna materi/barang yang akhirnya diaggap sebagai sampah
3.
Masih banyaknya
kebiasaan warga membuang sampah di sungai/ tidak pada tempatnya
Fasilitas penangan sampah yang kurang memadai, seperti kurangnya
alat angkut dan jauhnya tempat pembuangan juga dapat menyebabkan kurang
kesadaran masyarakat dalam ikut membantu mengelola sampah. Kurangnya prasarana
merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi tingkat kesadaran lingkungan
warga (Kollmuss
& Agyeman, 2002) dalam mengelola sampah. Kebiasaan
juga menjadi salah satu faktor yang fundamental untuk dapat mempengaruhi
kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah (Preus, 1990), kebiasaan masa
kecil juga mempengaruhi kesadaran terhadap lingkungan (Chawla, 1999). Sedangkan
kurangnya pengetahuan juga menyebabkan kurang sadarnya warga dalam pengelolaan
sampah, walau tentunya masih ada faktor faktor lain (Chawla, 1998).
ANALISA KEBIJAKAN
Sebuah analisa kebijak publik, menurut Dunn (2000)
perlu memperhatikan komponen-komponen prosedur metodologi dalam suatu sistem.
Komponen-komponen tersebut adalah perumusan masalah, peramalan, rekomendasi,
pemantauan dan evaluasi.
1.
Latar belakang dan implementasi perda
Kebijakan Pengelolaan sampah Kota Bekasi merupakan turunan
dari Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang
telah diikuti oleh Permendagri No 33 Tahun 2010 tentang pedoman pengelolaan
sampah. UU dan Permendagri tersebut memberikan muatan pokok
yang penting kepada pemerintah daerah, yaitu: 1) landasan yang lebih kuat bagi
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah dari aspek legal formal;
2) kejelasan tentang pembagian tugas dan peran para pihak terkait pengelolaan
sampah mulai dari tingkat pusat sampai masyarakat; 3) landasan operasional dalam
implementasi 3R (reduce, reuse, recycle) (Masnelyarti, 2012).
Perda
pengelolaan sampah dari segi landasan hukum cukup kuat, namun dalam hal isi dan
implementasinya masih perlu dikaji. Makalah ini menyoroti implementasi dari dua
hal, kesiapan pemda dalam dan langkah – langkah dalam merubah perilaku orang.
a. Kesiapan pemda dalam implementasi
Pada pasal 5 butir c s/d f perda tersebut Pemerintah Daerah
bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah dengan c)
memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan dan
pemanfaatan sampah; d) melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah; e) mendorong dan
memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah; f) memfasilitasi
penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat
untuk mengelola sampah.
Menurut Kepala
Bidang Pendataan dan Pengembangan pada Dinas Kebersihan Kota Bekasi Ratim
Rukmawan menuturkan, Pemkot Bekasi belum siap sarana prasarana pengolahan sampah (Hana, 2014) dan menurut Kepada dinas
Kebersihan Kota Bekasi, Junaedi, Bekasi membutuhkan teknologi modern untuk
menangani sampah (JAR, 2014). Sedangkan Ketua Dewan Pakar Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Bagong Suyoto menyayangkan adanya
mesin pengolahan sampah yang saat ini sudah menjadi besi tua karena tidak digunakan
Pemkot Bekasi (Sihotang, 2014). Pernyataan dari pihak pemda dan pihak yang
berkompeten tersebut sudah sangat jelas bahwa pemda dalam membuat peraturan
kebijakan belum ada perencanaan saranaprasarana pendukung yang memadai sehingga
terlihat dalam implementasinya kurang siaga dan pada akhirnya hasilnya tidak
maksimal.
b. Langkah –langkah dalam merubah
perilaku orang
Perilaku yang akan dirubah dalam
hal pengelolaan sampah tergambar pada pasal 5 poin (a) yakni, menumbuhkembangkan
dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Strategi pemda dalam meningkatkan
kesadaran adalah melalui kampanye dan edukasi pengelolaan sampah (pasal 8 poin
b). Hal tersebut juga tercantum pada bagian penjelasan pasal 3 tentang asas dan
tujuan pengelolaan sampah, asas kesadaran. Asas kesadaran, menurut penjelasan
perda ini, yaitu dalam pengelolaan sampah,
Pemerintah Daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian
dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya.
Edukasi dan sosialisasi menurut Wakil Walikota Bekasi, Ahmad Syaikhu masih diperlukan pada masyarakat agar partisipasi
masyarakat meningkat dalam pengelolaan sampah, tanpa edukasi yang baik,
masyarakat jika diberi peralatan pengolah sampah kurang bisa berperan, dikasih
tahu cara pembuatan kompos namun tidak diberi pengetahuan tentang standar
kompospun dapat berhenti (PT. Songgolangit Persada, 2014). Kurangnya pengetahuan akan manfaat suatu barang/materi
mengakibatkan orang menjadikan barang sebagai sampah untuk dibuang (Hijau, 2005).
Pernyataan pejabat dan kebijakan
dari pemda tersebut mengisyaratkan bahwa pemerintah masih menggunakan asumsi-asumsi
lama dimana penambahan pengetahuan diharapkan merubah sikap dan selanjutnya
diharapkan merubah perilaku. Hal ini memang sesuai dengan pendapat Fishbien dan
Ajzen (1975), pengetahuan merupakan dasar pembentuk keyakinan yang menjadi
dasar sikap dan pada akhirnya menentukan perilaku. Asumsi ini memang masih banyak
digunakan oleh pemerintah maupun LSM dalam mempromosikan kepedulian lingkungan
(Owen, 2000; Gardner, 1996). Hasil penelitian belakangan menunjukkan bahawa
antara sikap dan perilaku masih ada sekat yang cukup banyak berpengaruh
terhadap perilaku yang ditampilkan. Sekat antara sikap dan perilaku seperti
pengalaman langsung dan tak langsung atau norma sosial; (Rajecki, 1982). Faktor
gap ini tidak terlihat diperhitungkan oleh pihak pemda.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kollmuss
dan Agyeman (2002) memberikan model yang cukup memberikan gambaran tentang
faktor – faktor yang mempengaruhi kasadaran dalam perilaku peduli lingkungan,
seperti halnya pengelolaan sampah. Kesadaran peduli lingkungan dipengaruhi oleh
banyak faktor tidak hanya sikap namun juga ada hambatan-hambatan yang
mempengaruhi kesadaran maupun perilaku yang diharapkan, seperti tidak adanya
insentif (internal maupun eksternal), kebiasaan masa lalu dan dukungan sarana.
Faktor – faktor tersebut tidak diperhitungkan oleh pemda, seperti kurangnya
insentif yakni bantuan pemasaran pupuk kompos (JAR,
2014) dan juga infrastruktur (Republika
Online, 2012).
Hasil penelitian dan pemberitaan tersebut cukup
menguatkan pada kita bahwa langkah yang telah dilakukan Pemda Bekasi dalam
merubah perilaku orang dengan strategi kampenye dan edukasi masih kurang tepat
karena kurang mempertimbangkan faktor – faktor lain yang mempengaruhi kesadaran
masyarakat dalam mengelola sampah.
2.
Dampak Psikologis Perda Pengelolaan Sampah
Kurang
siapnya Pemda Bekasi pada implementasi kebijakan baik dari sisi fasilitas
maupun strategi mengakibat tujuan dalam pengelolaan sampah tidak maksimal. Salah
satu dampaknya adalah kurangnya kesadaran warga dalam mengelola sampah.
Memahami kesadaran telah
menjadi salah satu masalah dari
dulu, berbagai
disiplin ilmu yang telah mempelajarinya. Salah satunya
mengemukakan bahwa tujuan pikiran sadar
adalah untuk membimbing keluarnya
tindakan
karena sering seseorang berfokus pada apa yang terjadi saat
ini. Sedangkan, fungsi yang lebih khas adalah untuk
mensimulasikan kejadian jauh dari
saat ini (pengalaman masa lalu). Ketika pikiran sadar terikat dengan perilaku saat ini, sering
digunakan untuk tujuan mengingat
perilaku serupa dari masa lalu, mengantisipasi konsekuensi dari perilaku ini, atau memikirkan
program tindakan alternatif
(Baumeister & Masicampo, 2010).
Peran perilaku masa lalu yang selanjutnya menjadi
kebiasaan lebih mungkin dimediasi
oleh keputusan sadar dan alasan proses pembuatan
keputusan perilaku yang muncul. Dengan demikian,
perilaku masa lalu berkontribusi,
bersama-sama dengan sikap, norma, perceived control (Fishbien dan Ajzen, 1975), atau prediktor potensial lainnya, untuk membentuk niat yang
terencana ke suatu tindakan (Carrus, Passafaro, & Bonnes, 2008). TPB juga telah dikembangkan dengan menambah faktor belief yang mempengaruhi
ketiga faktor sikap, norma, perceived control (Fishbein &
Ajzen, 2005). Perspektif ini
mengantarkan kita dalam melihat faktor – faktor yang mempengaruhi niat yang
memunculkan perilaku menggunakan Model of Goal-direct Behavior/MGB yang mana
sebelum adanya niat perlu didorong oleh beberapa faktor seperti, anticipated
emotions (emosi positif dan negative), past behavior (perilaku yang sering
dilakukan atau perilaku lama yang sudah tertanam dalam memori) (Perugini &
Bagozzi, 2004). Pada MGB, niat untuk melakukan
perilaku terutama dimotivasi oleh keinginan untuk melakukan perilaku, dan
keinginan perilaku ini diasumsikan untuk mencerminkan pengaruh sikap, norma
subjektif, perceived behavioral control, dan diantisipasi emosi, dan untuk
menengahi pengaruh mereka pada niat (Perugini &
Bagozzi, 2001; Kovač & Rise, 2011).
Kompleksitas
dan banyak faktor yang mempengaruhi kesadaran kurang diperhatikan atau
diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan, maka perilaku mengelola sampah yang
diharpkan juga tidak terwujud. Hal ini merupakan tantangan yang harus diselesaikan
oleh Pemda Bekasi agar suksesnya kebijakan yang telah dibuatnya.
OPSI KEBIJAKAN
YANG DAPAT DITEMPUH PEMDA BEKASI
Kebijakan
yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah perlu dicarikan solusi yang tepat agar
dapat memaksimalkan hasil. Untuk itu pemerintah dapat melakukan
langkah – langkah lebih lanjut dalam upaya memaksimalkan hasil dari kebijakan
yang telah ditetapkan.
1. Peningkatan Sarana Prasaran
Peningkatan sarana prasarana sangat diperlukan dalam
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah. Kurangnya sarana
prasarana akan menjadikan hambatan
secara sosial dan institusional yang
dapat mempengaruhi locus of control individu untuk tidak percaya kepada
kebijakan pemda (Blake, 1999). Sedangkan menurut Kollmuss dan Agyeman (2002) infrstruktur
merupakan faktor eksternal individu yang dapat mempengaruhi kesadaran. Peningkatan
sarana prasarana tentunya bukan hanya yang berguna secara fisik seperti alat
angkut, Tempat Pengolahan Akhir (TPA),
Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ataupun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Namun perlu
juga sarana komunikasi yang berfungsi untuk membangun hubungan antara pengelola
sampah dengan masyarakat. Komunikasi bermanfaat sebagai sarana untuk menanamkan
kesadaran masyarakat (Koda, 2012b). Sarana
komunikasi tersebut dapat memotivasi warga dalam pengelolaan sampah (Koda, 2012a). Hal ini diperlukan untuk
terbangunnya kegiatan pengelolaan sampah yang terpadadu. Adanya komunikasi yang
berfokus pada penanganan sampah antara warga dan penyelenggara pengelola sampah
terbukti telah mengantarkan Finlandia sebagai negara yang paling sukses dalam
minimisasi limbah rumah tangga (Koda, 2012a).
2. Peningkatan Pengetahuan Masyarakat
Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan
sampah dapat ditingkatkan dengan menambah pengetahuan (Kollmuss & Agyeman,
2002) yang dapat dilakukan diantaranya dengan edukasi. Namun edukasi semata
tidaklah efektif dalam meningkatkan kesadaran karena masih faktor yang dapat
menghambat terlaksananya perilaku mengelola sampah. Apalagi kalau pendidikan
yang diberikan hanya sebatas pentingnya mengelola dan langkah pengelolaan yang
dapat dilakukan. Padahal pengelolaan sampah adalah hal yang cukup luas dan
pengelolaan yang efektifpun terus berkembang. Penelitian bidang sosial menemukan bahwa pendidikan masih belum cukup
untuk merubah perilaku, cenderung hanya bemanfaat untuk jangka (Gardner &
Stern, 1996). Oleh karena itu diperlukan strategi pendidikan yang menggabungkan
pendekatan lain dalam usaha peningkatan kesadaran pengelolaan sampah. Salah
satunya adalah penyedian informasi. Kurangnya
informasi dapat menjadi hambatan internal yang serius untuk bertindak secara
efektif bagi individu.
Penyedian informasi merupakan
salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan hambatan dan
memandu perilaku cukup efektif (McDougall,
Clayton, & Ritchie, 1983). Namun
pemberian informasipun perlu mempertimbangkan cara-cara yang efektif dan terbukti
dalam penelitian, baik cara mengemasnya maupun menyampaikannya. Cara – cara
tersebut diantaranya berupa prompt/ anjuran, pengaktifan norma sosial,
feedback, dan modeling. Prompt merupakan strategi yang paling
efektif untuk mempengaruhi keragaman perilaku sosial (Hahn, 2004). Pengaktifan
norma sosial terbukti memotivasi orang untuk bertindak/ berperilaku sesuai
harapan yang diinginkan (Goldstein, Cialdini & Griskevicius, 2008).
3. Evaluasi dan pendataan
Evaluasi terhadap
kebijakan sangat diperlukan untuk dapat memperbaiki langkah selanjutnya (Dunn, 2000).
Selain evaluasi yang bersifat umum perlu juga pendataan terhadap faktor –
faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tiap wilayah. MGB yang diajukan
oleh Perugini dan Bagozzi (2001) merupakan salah satu model yang dapat kita
gunakan untuk melihat mengelola sampah seperti kebiasaan orang membuang sampah
dan lainnya. Orang yang dari kampung terbiasa membuang sampah organik ke kebun
yang masih luas, saat tinggal di kota akan membuang sampah ditempat yang
kosong. Sikapnya juga kurang peduli terhadap sampah yang non organik karena
kurangtahunya. Apalagi kalau fasilitas penunjang kurang, menjadikannya memiliki
rasa negative terhadap perilaku mengelola sampah. Ditambah adanya orang-orang
disekitarnya juga banyak melakukan hal tersebut dan juga kontrol perilaku
menganggap mengelola sampah menyusahkan karena fasilitas atau menganggap tidak
cukup tempat dan waktu. Hal – hal tersebut pada akhirnya mempengaruhi
hasrat/keinginan rendah untuk berniat melakukan pengelolaan sampah. Niat yang
rendah bila diikuti juga perilaku kebiasaan, maka yang muncul adalah perilaku
yang tidak mendukung pengelolaan sampah yang diharapkan.
Evaluasi dan pendataan berguna untuk menentukan
strategi yang tepat yang dapat dilaksanakan di wilayah/daerah tertentu.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Uraian
diatas cukup untuk dapat menarik suatu kesimpulan kondisi yang ada dari
kebijakan Pemda Bekasi dan mengajukan sebuah rekomendasi yang dapat digunakan untuk
perbaikan.
1. Kesimpulan
Kebijakan Pemda Bekasi dalam upaya meningkatkan
kesadaran pengelolaan sampah masyarakat belum maksimal, terlihat dari masih
banyaknya timbulan – timbulan sampah dan banyaknya warga yang masih membuang
sampah ke sungai. Hal tersebut akibat dari kurang kesiapan pemda dalam
implementasi baik dari sarnaprasarana maupun strategi edukasi yang diterapkan.
Akhirnya masih banyak langkah yang harus dilakukan pemda dalam menjalankan
kebijakannya agar mendpatkan hasil maksimal.
2. Rekomendasi
Pemerintah Daerah Bekasi dapat melakukan evaluasi dan
juga pendataan menyeluruh yang dapat digunakan untuk perbaikan lebih lanjut.
Langkah perbaikan bukan hanya menambah sarana prasarana fisik namun juga
fasilitas untuk terbangunnya komunikasi tentang pengelolaan sampah antara warga
dengan penyelengga pengelola sampah dari pemda. Sedangkan langkah edukasi perlu
dilakukan dengan memperhatikan teknik – teknik komunikasi yang efektif. Langkah
persuasif dalam memberikan informasi yang memotivasi dengan cara merangkai
pesan dan membingkai pesan (framing massage) perlu diterapkan agar terjadi
perubahan perilaku yang diharapkan (Pelletier
& Sharp, 2008). Selanjutnya komunikasi tetap terus dibangun agar
perilaku tersebut menetap, sehingga perilaku mengelola sampah dapat menjadi
kebiasaan seperti yang ada di Finlandia (Koda, 2012a).
Daftar Pustaka
Baumeister, R. F., & Masicampo, E. J. (2010).
Conscious thought is for facilitating social and cultural interactions: How
mental simulations serve the animal–culture interface. Psychological review,
117(3), 945.
Carrus, G., Passafaro, P., & Bonnes, M. (2008).
Emotions, habits and rational choices in ecological behaviours: The case of
recycling and use of public transportation. Journal of Environmental
Psychology, 28(1), 51-62.
Chawla,
L. (1999) Life paths into effective environmental action. The Journal of Environmental Education. 31(1), pp. 15–26
Chawla, L. (1998). Significant life experiences
revisited: a review of research on sources of pro-environmental sensitivity. The Journal of Environmental Education, 29(3),
pp. 11–21.
Dunn, W. N. (2000). Pengantar
analisis kebijakan publik. Gadjah Mada University Press.
Fishbein, M., & Ajzen, I. (2005). The influence of
attitudes on behavior. The
handbook of attitudes, 173-222.
Fishbein, M. & Ajzen, I. (1975) Belief,
Attitude, Intention, and Behavior: an introduction to theory and research
(Reading, MA, Addison-Wesley).
Gardner, G. T., & Stern, P. C. (1996). Environmental
problems and human behavior. Allyn & Bacon
Goldstein, N. J., Cialdini, R. B., & Griskevicius, V. (2008). A room
with a viewpoint: Using social norms to motivate environmental conservation in
hotels. Journal of consumer Research, 35(3), 472-482.
Hahn, N.C. (2007). Reducing environmental tobacco
smoke and cigarette litter in outdoor settings on a university campus. Southern
Illinois University. Master of Science Dissertation.
Hana, O. D. (2014,
September 14). Bodetabek: PENGOLAHAN SAMPAH: Pemkot Bekasi Targetkan
Peningkatan 75%. Retrieved Oktober 2, 2014, from jakarta.bisnis.com:
http://jakarta.bisnis.com/read/20140914/383/257239/pengolahan-sampah-pemkot-bekasi-targetkan-peningkatan-75
Hendro. (2014, Juli
22). Indek berita:warga Kaum Bekasi Terancam Banjir. Retrieved Oktober
10, 2014, from : http://harianterbit.com/m/
welcome/read /2014/07/22/5580/28/18/Warga-Bekasi-Kaum-Terancam-Banjir
Hijau, P. (2005, April
4). Posko Hijau. Retrieved Oktober 11, 2014, from Sampah.biz:
http://www.sampah.biz/2005/04/gerakan-darurat-penanganan-sampah-kota.html
Info Publik. (2014,
Februari 4). Nusantara: Dinsih Kota Bekasi Imbau Perusahaan Miliki Sistem
Pengolahan Sampah. Retrieved Oktober 19, 2014, from http://infopublik.org:
http://infopublik.org/read/67277/dinsih-kota-bekasi-imbau-perusahaan-miliki-sistem-pengolahan-sampah.html
JAR. (2014, September
22). Published: Bekasi Butuh Teknologi Modern Untuk Penanganan Sampah. Retrieved
Oktober 12, 2014, from celotehanakbekasi.com: http://celotehanakbekasi.com/bekasi-butuh-teknologi-modern-untuk-penanganan-sampah/
Katz, J. H. &Miller, F. A. Coaching
leaders through culture change.Consulting Psychology Journal:
Practice and Research48.2
Kollmuss, A & Agyeman, J (2002):
Mind the Gap: Why do people act environmentally and what are the barriers to
pro-environmental behavior?,Environmental
Education Research, 8:3, 239-260
Kovač, V. B., &
Rise, J. (2011). The role of desire in the prediction of intention: The case of
smoking behavior. Swiss
Journal of Psychology/Schweizerische Zeitschrift Für Psychologie/Revue Suisse
De Psychologie, 70(3),
141-148. doi:http://dx.doi.org/10.1024/1421-0185/a000049
Koda, S. (2012b).
Theoretical Approach to the Collaborative Environmental Activities: Household
Waste Disposal towards Environmentally Friendly Daily Life. International Journal of Humanities
and Social Science, 2(6),
104-110.
Koda, S. (2012a). The
Motivation for Proenvironmental Behavior: Household Waste Disposal Towards
Environmentally Friendly Daily Life: Case Studies in Finland. Journal of Educational and Social
Research, 2(1),
191-198.
McDougall, G.,
Claxton, J., and Ritchie, J. (1983). Residential
home audits: An empirical analysis of the ENERSAVE
program. Journal of Environmental Systems, 12, 265-278.
Masnelyarti. (n.d.). Siaran
Pers: Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Retrieved Oktober 2, 2014,
from Kementrian Lingkungan Hidup: http://www.menlh.go.id/peraturan-pemerintah-nomor-81-tahun-2012-tentang-pengelolaan-sampah-rumah-tangga-dan-sampah-sejenis-sampah-rumah-tangga/
Pelletier, L. G., &
Sharp, E. (2008). Persuasive communication and proenvironmental behaviours: How
message tailoring and message framing can improve the integration of behaviours
through self-determined motivation.Canadian Psychology/Psychologie
canadienne, 49(3),
210.
Pemerintah
Daerah Kota Bekasi (2011). Peraturan
Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota
Bekasi.
Perugini, M.,
& Bagozzi, R. P. (2004). The distinction between desires and intentions. European
Journal of Social Psychology, 34(1), 69-84.
Perugini, M., &
Bagozzi, R. P. (2001). The role of desires and anticipated emotions
in goal-directed behaviours: Broadening and deepening the theory of planned
behaviour. The British
Journal of Social Psychology, 40,
79-98. Retrieved from http://search.
proquest. com/docview/219200883?accountid=17242
PT. Songgolangit Persada. (2014). PT.
Songgolangit Persada. Retrieved Oktober 1, 2014, from em4-indonesia.com: http://em4-indonesia.com/wakil-walikota-bekasi-h-ahmad-syaikhu-menuju-kota-bekasi-bersih-dari-sampah/
Rajecki, D.W. (1982 ) Attitudes : themes and advances (Sunderland, MA, Sinauer)
Republika Online.
(2012, Mei 24). Home: Nasional: Kurangnya Fasilitas, 800 Ton Sampah di
Bekasi Terbengkalai. Retrieved Oktober 10, 2014, from republika.co.id:
www.republika.co.id/berita/jabodetabek-nasional/12/05/24/m4i66-kurangnya
fasilitas- 800-ton-sampah- di-bekasi-terbengkalai
Sihotang, J. (2014,
April 2). Kota Kita: Dilema Sampah di Kota Bekasi Tak Terselesaikan.
Retrieved Oktober 11, 2014, from harianterbit.co: http://www.sinarharapan.co/news/read/140402234/Dilema-Sampah-di-Kota-Bekasi-Tak-Terselesaikan-
Owens, S. (2000) Engaging the public: information
and deliberation in environmental policy. Environment
and Planning A, 32, pp. 1141–1148.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar