Rabu, 31 Desember 2014

Pentingnya Peningkatan Perilaku Pengelolaan Sampah

Pentingnya Peningkatan Perilaku Pengelolaan Sampah Rumah Tanga 
oleh: Ragil Moendjahid
Bekasi, 25 Desember 2014

PENDAHULUAN
 Sampah merupakan masalah krusial yang dihadapi setiap negara di dunia, demikian juga Indonesia. Menurut hasil penelitian untuk estimasi sampai tahun 2025, Indonesia merupakan Negara Asia– selain Filipina– yang menghadapi permasalahan sampah terbesar (World Bank, 1999). Permasalahan sampah tersebut telah berusaha ditangani oleh pemerintah Indonesia ditandai dengan keluarnya beberapa regulasi, diantarnya UU No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga telah diundangkan sejak tanggal 15 Oktober 2012.
Namun demikian permasalahan sampah masih belum kunjung selesai, seperti kurang siapnya pemerintah memfasilitasi (Republika Online, 2012), dan kurangnya kepedulian masyarakat yang masih membuang sampah ke kali (Hendro, 2014) dan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah masih minim (Info Publik, 2014). Ini menunjukkan pengelolaan sampah belum dilaksanakan secara tuntas (Risdayanti, 2012).

Menurut survei BPS (2012) pada perilaku mengelola sampah, 75,09% rumah tangga tidak melakukan pemilihan sampah. Sedangkan dari sisi pengetahuan tentang pengelolaan sampah seperti baterai, kaleng bekas obat nyamuk 77,82% tidak tahu cara pengelolaannya. Survey ini juga memberi gambaran bahwa hanya 1 dari 5 rumah tangga yang melakukan pemilahan dan masih ada perilaku membuang sampah sembarangan yakni 1 diantar 25 rumah tangga. Sedangkan menurut survey KLH (2013), 76,1% rumah tangga tidak pernah memilah sampah hanya 5,8% selalu memilah. Sedangkan perilaku mendaur ulang hanya 0,6 % dan membuat kompos 1,1 % (Tabel 1).   
Tabel 1. Perilaku rumah tangga dalam membuang sampah
No
Perilaku membuang sampah
N
Persen
1
Didaur ulang
21
0,6
2
Dibuat kompos/pupuk
37
1,1
3
Diangkut petugas/ dibuang ke TPS
2095
63,9
4
Ditimbun
47
1,4
5
Dibakar
814
24,8
6
Dibuang ke got
173
5,3
7
Dibuang ke pekarangan atau kebun
41
1,3
8
Dibuang ke laut
48
1,5
Total
3276
100
Sumber: Survei perilaku masyarakat peduli lingkungan, 2012 (KLH, 2013)

 Ini mengindikasikan bawa tingkat kepedulian masyarakat dalam penanganan ataupun pengelolaan sampah masih rendah atau banyak disebut dengan istilah rendahnya perilaku peduli lingkungan/ pro-enveronmental behavior (PEB). Permasalahan tersebut harus segera ditangani. Bukan hanya dengan regulasi dan prasarana seperti teknologi saja yang dibutuhkan namun perilaku mengelola sampah juga harus dirubah (Bell, Greene, Fisher,  Baurn, 2001).

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian  perilaku pro-lingkungan secara sistematis dalam masalah sampah telah dilakukan selama lebih dari 40 tahun (Schultz et al, 2011). Banyak literatur telah membahas tentang tentang perilaku orang terhadap sampah terutama sampah rumah tangga. Mosler, Tamas, Tobias, Rodríguez dan Miranda (2008) menekankan pentingnya pengelolaan sampah dengan cara reuse, recycling dan reduction (3R), Sukur, Mohammed, Awang, & Sani (2012) lebih menitik beratkan pada pencegahan perilaku membuang sampah sembarangan (menyampah). Chawla dan Cushing (2007) dengan pendidikan peduli lingkungan dan ada juga dengan aktivasi norma (de Kort, McCalley, & Midden, 2008). Sedangkan Koda (2012) meneliti kolaborasi antara warga dengan pihak pengelola sampah. Namun kita juga perlu mengatahui bagaimana perilaku itu terbentuk sebelum melangkah lebih jauh.
1.      Teori dan model Perilaku
Teori maupun model telah banyak dikembangkan untuk menjelaskan ataupun memprediksi perilaku. Salah satu yang banyak digunakan adalah TPB (Theory of Planned Behavior) yang dikembangkan oleh Fishbien dan Ajzen (1975). Model lain adalah MGB (Model Goal-Directed behavior) yang merupakan pengembangan TPB yang dilakukan oleh Perugini dan Bagozzi (2001). MGB lebih dapat memprediksi niat perilaku dibanding dengan TPB (Richetin, Perugini, Adjali, & Hurling, 2008).




Gambar 1. Model Goal-directed Behavior (MGB)

2.      Edukasi untuk merubah sikap peduli lingkungan/sampah
Pengetahuan seseorang akan mempengaruhi sikap yang selanjutnya juga mempengaruhi munculnya perilaku (Fishbien & Ajzen, 1975).  Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan edukasi. Edukasi merupakan bentuk persuasi dengan tujuan dan isi pesan didasarkan pada fakta dan dalam penyampainnya tidak dengan memaksakan (Meyers, 2010). Edukasi dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, loka-karya maupun ceramah dan lain-lainnya. Pengetahuan lingkungan merupakan dasar untuk semua perilaku peduli lingkungan (Mosler et al 2008). Pengetahuan akan mendorong orang untuk bersikap prolingkungan, walau tentu ada hambatan-hambatannya. Demikian juga pengetahuan tentang manfaat sampah akan memberi dorongan terhadap sikap yang pada akhirnya perilaku kepada pemanfaatan sampah.
3.      Motivasi meningkatkan niat mengelola sampah
Telah banyak teori yang menjelaskan tentang motivasi, diantaranya Teori Insting / Naluri, Drive-reduction Theory, Teori Arousal (Rangsangan), Incentive Theory, Teori Kognitif dan Teori Hierarki Maslow (Feldman, 1993).
Banyak penelitian telah ditemukan dalam hal merubah perilaku orang dengan mengaktifkan motivasi untuk mendorong niat bertindak. Koda (2012) meneliti tentang motivasi orang memilah sampah. Tumbuh motivasi disini akibat adanya stimulus eksternal (incentive) berupa system komunikasi lingkungan yang dibangun oleh pengelola sampah. Adanya stimulus (komunikasi) tersebut memberikan banyak kemudahan (cara maupun pengetahuan manfaat memilah) pada warga untuk berperilaku memilah sampah. Lain halnya Cialdini et al (2006), pengaktivan motivasi dilakukan dengan menerapkan norma sosial. Pengaktivan motivasi ini dapat mendorong adanya perubahan perilaku seseorang. Motivasi yang muncul diaktifkan oleh rangsangan (arousal) yakni norma sosial. Perubahan yang terjadi bergantung pada jenis norma yang diterapkan. Norma deskriptif akan mendorong perubahan sikap mengacu pada persepsi mengenai sesuatu hal yang dilakukan orang lain, sedangkan norma injuntif  mengacu pada apa yang sering disetujui / ditolak kebanyakan orang. Selain itu faktor – faktor yang mempengaruhi individu mematuhi norma – norma sosial diantaranya adalah tingkat kesamaan persepsi, karakteristik pribadi (Cialdini dan Goldstein 2004).
Faktor yang mendorong intensi/niat untuk menentukan perilaku dikemukakan oleh Fishbien dan Ajzen (1975) yang biasa disebut dengan Theory of Planned Behavior (TPB), dengan komponennya, sikap (yaitu, evaluasi terhadap perilaku, setuju atau tidak), norma subjektif (yaitu, tekanan sosial yang dirasakan sehingga perilaku itu perlu atau tidak untuk dilakukan) dan control perilaku (yaitu, persepsi terhadap perilaku mudah atau sulit). Kemudia dikembangkan dengan menambah belief/keyakinan yang mempengaruhi ketiga faktor sebelumnya (Fishbein & Ajzen, 2005). Mosler et. al. (2008) mengembangkan TPB awal dengan beberapa faktor sentiment dan nilai biaya pada sikap. Perkembangan penelitian menunjukan bahwa niat berperilaku juga dipengaruhi oleh faktor-faktor afeksi, motivasi dan proses otomatis (Perugini & Conner, 2000). Orang tahu bahwa sampah dapat menggangu lingkungannya (sikap positif), namun kalau dorongan untuk berniat kurang, orang cenderung memperlakukan sampah seperti kebanyakan orang sekitarnya lakukan, misalnya taruh sampah ditempat sampah, tidak perlu memilah.
4.      Intervensi
Menurut Zaltman, Kotler & Kaufman (1972) ada lima hal yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan intervensi pada sebuah komunitas, yang biasa disebut dengan lima C (Cause, Change agency, Change target, Channel dan Change strategies). Cause merupakan tujuan – tujuan sosial yang menjadi perhatian Change agency. Change agency adalah penyelenggara program/ pelaksana intervensi. Change target atau target perubahan merupakan komunitas yang menjadi sasaran program atau intervensi yang dilakukan oleh change agency. Channel merupakan saran/saluran yang dapat digunakan oleh change agency dalam melakukan perbahan pada target, misalnya pelatihan atau pendidikan. Change strategies merupakan strategi yang dapat digunakan dalam melakukan perubahan. Ada tiga strategi dasar dalam melakukan perubahan yang dapat dilakukan oleh pelaksana program yakni paksaan, pendidikan dan persuasif.

Penelitian untuk menggali strategi yang tepat dalam intervensi telah juga dilakuan dengan teknik pengaktifan norma yang berasal dari teori moral dari Schwartz (1977). Diantanya de Kort, McCalley & Midden (2008) norma implisit dan eksplisit. Strategi dengan menggunakan norma sosial banyak juga dilakukan penelitian dengan cara membandingkan beberapa norma yang ada, diantaranya norma diskriptif dengan norma injungtif beserta variannya (Goldstein, Cialdini, & Griskevicius, 2008), komunikasi persuasif dengan perpaduan norma deskriptif dan injungrif (Cialdini, 2003).

Perubahan perilaku pengelolaan sampah rumah tangga akan efektif jika dilakukan dari ibu – ibu. Ini sesuai dengan penelitian bahwa ibu – ibu secara emosional lebih peduli terhapad lingkungan dan lebih bersedia untuk berubah (Lehman, 1999, dalam Kollmuss & Agyeman2002). Hasil survey KLH (2013) juga menunjukkan perempuan lebih mungkin untuk melakukan pemilahan sampah daripada lelaki. Untuk itu perlu dilakukan upaya menigkatkan perilaku mengelola sampah pada ibu – ibu rumah tangga. Salah satunya dengan pemberian motivasi ekonomi. Dengan menigkatkan perilaku mengelola sampah permasalahan sampah rumah tangga berkurang.



Daftar Pustaka


Badan Pusat Statistik (BPS).(2012). Ringkasan Eksekutif Indikator Perilaku Peduli Lingkungan Hidup 2012
Bell, P.A., Greene, T. C., Fisher, D.J., Baurn, A., (2001). Environmental Psychology, 5th ed., Calofornia: Wadsworth/Thomson Learning
Chawla, L & Cushing, D. F. (2007) Education for strategic environmental behavior. Environmental Education Research, 13(4), pp. 437-452
Cialdini, R. B. (2003). Crafting normative messages to protect the environment.Current directions in psychological science, 12(4), 105-109.
Cialdini, R. B., & Goldstein, N. J. (2004). Social influence: Compliance and conformity. Annual Review of Psychology, 55, 591-621
Cialdini, R. B., Demaine, L. J., Sagarin, B. J., Barrett, D. W., Rhoads, K., & Winter, P. L. (2006). Managing social norms for persuasive impact. Social influence, 1(1), 3-15.
de Kort, Y. A., McCalley, L. T., & Midden, C. J. (2008). Persuasive Trash Cans Activation of Littering Norms by Design. Environment and Behavior, 40(6), 870-891. doi: 10.1177/0013916507311035
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention and behavior: An introduction to theory and research.
Fishbein, M., & Ajzen, I. (2005). The influence of attitudes on behavior. The handbook of attitudes, 173-222.
Feldman, R. S. (1993). Understanding psychology, 7th ed. New York, NY: McGraw-Hill.
Goldstein, N. J., Cialdini, R. B., & Griskevicius, V. (2008). A room with a viewpoint: Using social norms to motivate environmental conservation in hotels. Journal of consumer Research, 35(3), 472-482.
Hendro. (2014, Juli 22). Indek berita:warga Kaum Bekasi Terancam Banjir. Retrieved Oktober 10, 2014, from : http://harianterbit.com/m/ welcome/read /2014/07/22/5580/28/18/Warga-Bekasi-Kaum-Terancam-Banjir
Info Publik. (2014, Februari 4). Nusantara: Dinsih Kota Bekasi Imbau Perusahaan Miliki Sistem Pengolahan Sampah. Retrieved Oktober 19, 2014, from http://infopublik.org: http://infopublik.org/read/67277/dinsih-kota-bekasi-imbau-perusahaan-miliki-sistem-pengolahan-sampah.html
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), (2013). Survey Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan 2012.
Koda, S. (2012). The Motivation for Proenvironmental Behavior: Household Waste Disposal towards Environmentally Friendly Daily Life: Case Studies in Finland. Journal of Educational and Social Research, 2(1), 191-198
Kollmuss, A & Agyeman, J (2002): Mind the Gap: Why do people act environmentally and what are the barriers to pro-environmental behavior?,Environmental Education Research, 8:3, 239-260
Myers, D. G. (2010). Social psychology. 10th ed New York: McGraw-Hill.
Mosler, H. J., Tamas, A. Tobias, R., Rodríguez, T. C., & Miranda, O. G. (2008). Deriving interventions on the basis of factors influencing behavioral intentions for waste recycling, composting, and reuse in Cuba, Environment and Behavior, 40, 522-544
Republika Online. (2012, Mei 24). Home: Nasional: Kurangnya Fasilitas, 800 Ton Sampah di Bekasi Terbengkalai. Retrieved Oktober 10, 2014, from republika.co.id: www.republika.co.id/berita/jabodetabek-nasional/12/05/24/m4i66-kurangnya fasilitas- 800-ton-sampah- di-bekasi-terbengkalai
Richetin, J., Perugini, M., Adjali, I., & Hurling, R. (2008). Comparing leading theoretical models of behavioral predictions and postbehavior evaluations.Psychology & marketing25(12), 1131-1150.
Risdayani. (2012, Maret 6). Opini: Selamat Hari Sampah. Retrieved Desember 20, 2014, from Haluankepri.com: http://www.haluankepri.com/opini-/25841-selamat-hari-sampah.html
Schultz, P.W., Bator, R.J., Large, L.B., Bruni, C.M., Tabanico, J.J. (2011). Littering in context: Personal and environment predictors of littering behavior. Environment and Behavior January, 45(1), 35-59. DOI: 10.1177/0013916511412179
Schwartz, S. H. (1977). Normative influences on altruism. Advances in experimental social
psychology, 10, 221-279.
Shukor, F. S. A., Mohammed, A. H., Awang, M., & Sani, S. I. A. (2012). Litter Reduction: A review for the important behavioral antecedent approaches. Retrieved from http://www.internationalconference.com.my/proceeding/3rd_icber2012_proceeding/ 147_426_3rdICBER2012_Proceeding_PG2133_2149.pdf
SSK (Strategi Sanitasi Kabupaten) Bekasi (2013), Strategi Sanitasi Kota Kabupaten Bekasi. Bekasi: PPSP. Retrieved from https://www. ppsp.nawasis.info/.../pokja/...bekasi/BAB%203%20profil%20sanitasi.doc
World Bank. (1999). What a Waste: Solid Waste Management in Asia. Washington: The International Bank for Reconstruction and Development
Zaltman, G., Kotler, P., & Kaufman, I. (1972). Creating sosial change. New York: Holt, Rinehart & Winston. p.174




1 komentar: