Rabu, 31 Desember 2014

Bekasi City Government Policy on Waste Handle

Kebijakan Pemerintah Kota Bekasi Dalam Menangani Sampah
oleh: Ragil Moendjahid
Jakarta, 31 Desember 2014

PENGANTAR
Sampah merupakan permasalahan yang pelik, namun harus ditangani. Pemerintah Bekasi dalam hal ini telah membuat Peraturan Daerah (Perda) Kota Bekasi nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bekasi. Perda (pasal 4) tersebut memiliki tujuan yang sangat mulia, pengelolaan sampah dimaksudkan “untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, menjadikan sampah sebagai sumber daya, meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, serta mengubah perilaku setiap orang.” Apalagi pasal selanjutnya, terutama poin (a) menyebutkan ‘menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.’ Namun di lapangan, sampah masih banyak persoalan. Seperti kurangnya fasilitas yang disediakan pemerintah membuat sampah menumpuk (Republika Online, 2012), kebiasaan masyarakat membuang sampah ke kali menyebabkan banjir (Hendro, 2014). Dimana sejak di berlakukan perda tersebut belum banyak perubahan yang berarti. Menurut kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi, Junaedi tingkat kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah masih minim (Info Publik, 2014).

Pengetahuan tentang pembuatan maupun implementasi perda tentang pengelolaan sampah, sangat kita perlukan untuk mengetahui efektifnya perda. Kenyataan yang ada setelah implementasi perda, pernyataan tentang kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah masih sering bermunculan, baik dari pihak pemerintah sendiri atau kalangan yang merasa dirugikan karena banyaknya sampah yang tidak tertangani. Pengetahuan kita tentang kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah dan pengetahuan kita tentang pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pemda tersebut dapat membantu pemahaman kita tentang masalah tersebut. Dimana sebetulnya tingkat kesadaran masyarakat, dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.
Metode yang digunakan dalam makalah ini mengkaji beberapa artikel-artikel dan pernyataan orang kompeten terkait masalah peraturan tersebut dan masalah kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah. Sedangkan fokus kajian perda tentang pengelolaan sampah pada makalah ini adalah pasal 5 poin (a), meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah.

DESKRIPSI MASALAH
Kurang tepatnya pemda dalam merumuskan dan implementasi kebijakan, hasil yang diharapkan jadi kurang maksimal. Hal senada diungkapkan Ketua Dewan Pakar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Bagong Suyoto yang mempertanyakan kesiapan terkait masterplan dan standar operasional prosedur (SOP) masalah sampah di Pemkot Bekasi (Sihotang, 2014). Permasalahan itu perlu diungkap agar diketahui faktor - faktor yang menyebabkan selanjutnya agar dapat dilakukan perbaikan. Permasalahn persampahan yang terlihat di atas, dapat kita kemukan sebagai berikut:
1.      Kurangnya kesiapan pemerintah daerah dalam memfasilitasi penanganan sampah
2.      Kurangnya pengetahuan warga akan nilai guna materi/barang yang akhirnya diaggap sebagai sampah
3.      Masih banyaknya kebiasaan warga membuang sampah di sungai/ tidak pada tempatnya
Fasilitas penangan sampah yang kurang memadai, seperti kurangnya alat angkut dan jauhnya tempat pembuangan juga dapat menyebabkan kurang kesadaran masyarakat dalam ikut membantu mengelola sampah. Kurangnya prasarana merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi tingkat kesadaran lingkungan warga (Kollmuss & Agyeman, 2002) dalam mengelola sampah. Kebiasaan juga menjadi salah satu faktor yang fundamental untuk dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah (Preus, 1990), kebiasaan masa kecil juga mempengaruhi kesadaran terhadap lingkungan (Chawla, 1999). Sedangkan kurangnya pengetahuan juga menyebabkan kurang sadarnya warga dalam pengelolaan sampah, walau tentunya masih ada faktor faktor lain (Chawla, 1998).
ANALISA KEBIJAKAN
Sebuah analisa kebijak publik, menurut Dunn (2000) perlu memperhatikan komponen-komponen prosedur metodologi dalam suatu sistem. Komponen-komponen tersebut adalah perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan dan evaluasi.
1.                  Latar belakang dan implementasi perda
Kebijakan Pengelolaan sampah Kota Bekasi merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang telah diikuti oleh Permendagri No 33 Tahun 2010 tentang pedoman pengelolaan sampah. UU dan Permendagri tersebut memberikan muatan pokok yang penting kepada pemerintah daerah, yaitu: 1) landasan yang lebih kuat bagi pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah dari aspek legal formal; 2) kejelasan tentang pembagian tugas dan peran para pihak terkait pengelolaan sampah mulai dari tingkat pusat sampai masyarakat; 3) landasan operasional dalam implementasi 3R (reduce, reuse, recycle)  (Masnelyarti, 2012).
Perda pengelolaan sampah dari segi landasan hukum cukup kuat, namun dalam hal isi dan implementasinya masih perlu dikaji. Makalah ini menyoroti implementasi dari dua hal, kesiapan pemda dalam dan langkah – langkah dalam merubah perilaku orang.
a.      Kesiapan pemda dalam implementasi
Pada pasal 5  butir c s/d f perda tersebut Pemerintah  Daerah  bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah dengan c) memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah; d) melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah; e) mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah; f) memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengelola sampah.
Menurut Kepala Bidang Pendataan dan Pengembangan pada Dinas Kebersihan Kota Bekasi Ratim Rukmawan menuturkan, Pemkot Bekasi belum siap sarana prasarana pengolahan sampah (Hana, 2014) dan menurut Kepada dinas Kebersihan Kota Bekasi, Junaedi, Bekasi membutuhkan teknologi modern untuk menangani sampah (JAR, 2014).  Sedangkan Ketua Dewan Pakar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Bagong Suyoto menyayangkan adanya mesin pengolahan sampah yang saat ini sudah menjadi besi tua karena tidak digunakan Pemkot Bekasi (Sihotang, 2014). Pernyataan dari pihak pemda dan pihak yang berkompeten tersebut sudah sangat jelas bahwa pemda dalam membuat peraturan kebijakan belum ada perencanaan saranaprasarana pendukung yang memadai sehingga terlihat dalam implementasinya kurang siaga dan pada akhirnya hasilnya tidak maksimal.
b.      Langkah –langkah dalam merubah perilaku orang
Perilaku yang akan dirubah dalam hal pengelolaan sampah tergambar pada pasal 5 poin (a) yakni, menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Strategi pemda dalam meningkatkan kesadaran adalah melalui kampanye dan edukasi pengelolaan sampah (pasal 8 poin b). Hal tersebut juga tercantum pada bagian penjelasan pasal 3 tentang asas dan tujuan pengelolaan sampah, asas kesadaran. Asas kesadaran, menurut penjelasan perda ini, yaitu dalam pengelolaan sampah,  Pemerintah Daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya.
Edukasi dan sosialisasi menurut Wakil Walikota Bekasi, Ahmad Syaikhu masih diperlukan pada masyarakat agar partisipasi masyarakat meningkat dalam pengelolaan sampah, tanpa edukasi yang baik, masyarakat jika diberi peralatan pengolah sampah kurang bisa berperan, dikasih tahu cara pembuatan kompos namun tidak diberi pengetahuan tentang standar kompospun dapat berhenti  (PT. Songgolangit Persada, 2014). Kurangnya pengetahuan akan manfaat suatu barang/materi mengakibatkan orang menjadikan barang sebagai sampah untuk dibuang  (Hijau, 2005).
Pernyataan pejabat dan kebijakan dari pemda tersebut mengisyaratkan bahwa pemerintah masih menggunakan asumsi-asumsi lama dimana penambahan pengetahuan diharapkan merubah sikap dan selanjutnya diharapkan merubah perilaku. Hal ini memang sesuai dengan pendapat Fishbien dan Ajzen (1975), pengetahuan merupakan dasar pembentuk keyakinan yang menjadi dasar sikap dan pada akhirnya menentukan perilaku. Asumsi ini memang masih banyak digunakan oleh pemerintah maupun LSM dalam mempromosikan kepedulian lingkungan (Owen, 2000; Gardner, 1996). Hasil penelitian belakangan menunjukkan bahawa antara sikap dan perilaku masih ada sekat yang cukup banyak berpengaruh terhadap perilaku yang ditampilkan. Sekat antara sikap dan perilaku seperti pengalaman langsung dan tak langsung atau norma sosial; (Rajecki, 1982). Faktor gap ini tidak terlihat diperhitungkan oleh pihak pemda.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kollmuss dan Agyeman (2002) memberikan model yang cukup memberikan gambaran tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kasadaran dalam perilaku peduli lingkungan, seperti halnya pengelolaan sampah. Kesadaran peduli lingkungan dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya sikap namun juga ada hambatan-hambatan yang mempengaruhi kesadaran maupun perilaku yang diharapkan, seperti tidak adanya insentif (internal maupun eksternal), kebiasaan masa lalu dan dukungan sarana. Faktor – faktor tersebut tidak diperhitungkan oleh pemda, seperti kurangnya insentif yakni bantuan pemasaran pupuk kompos (JAR, 2014) dan juga infrastruktur  (Republika Online, 2012).
Hasil penelitian dan pemberitaan tersebut cukup menguatkan pada kita bahwa langkah yang telah dilakukan Pemda Bekasi dalam merubah perilaku orang dengan strategi kampenye dan edukasi masih kurang tepat karena kurang mempertimbangkan faktor – faktor lain yang mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah.
2.                  Dampak Psikologis Perda Pengelolaan Sampah
Kurang siapnya Pemda Bekasi pada implementasi kebijakan baik dari sisi fasilitas maupun strategi mengakibat tujuan dalam pengelolaan sampah tidak maksimal. Salah satu dampaknya adalah kurangnya kesadaran warga dalam mengelola sampah.
Memahami kesadaran telah menjadi salah satu masalah dari dulu, berbagai disiplin ilmu yang telah mempelajarinya. Salah satunya mengemukakan bahwa tujuan pikiran sadar adalah untuk membimbing keluarnya tindakan karena sering seseorang berfokus pada apa yang terjadi saat ini. Sedangkan, fungsi yang lebih khas adalah untuk mensimulasikan kejadian jauh dari saat ini (pengalaman masa lalu). Ketika pikiran sadar terikat dengan perilaku saat ini, sering digunakan untuk tujuan mengingat perilaku serupa dari masa lalu, mengantisipasi konsekuensi dari perilaku ini, atau memikirkan program tindakan alternatif (Baumeister & Masicampo, 2010).
Peran perilaku masa lalu yang selanjutnya menjadi kebiasaan lebih mungkin dimediasi oleh keputusan sadar dan alasan proses pembuatan keputusan perilaku yang muncul. Dengan demikian, perilaku masa lalu berkontribusi,  bersama-sama dengan sikap, norma, perceived control (Fishbien dan Ajzen, 1975), atau prediktor potensial lainnya, untuk membentuk niat yang terencana ke suatu tindakan (Carrus, Passafaro, & Bonnes, 2008). TPB juga telah dikembangkan dengan menambah faktor belief yang mempengaruhi ketiga faktor sikap, norma, perceived control (Fishbein & Ajzen, 2005). Perspektif ini mengantarkan kita dalam melihat faktor – faktor yang mempengaruhi niat yang memunculkan perilaku menggunakan Model of Goal-direct Behavior/MGB yang mana sebelum adanya niat perlu didorong oleh beberapa faktor seperti, anticipated emotions (emosi positif dan negative), past behavior (perilaku yang sering dilakukan atau perilaku lama yang sudah tertanam dalam memori) (Perugini & Bagozzi, 2004). Pada MGB, niat untuk melakukan perilaku terutama dimotivasi oleh keinginan untuk melakukan perilaku, dan keinginan perilaku ini diasumsikan untuk mencerminkan pengaruh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, dan diantisipasi emosi, dan untuk menengahi pengaruh mereka pada niat (Perugini & Bagozzi, 2001; Kovač & Rise, 2011).
Kompleksitas dan banyak faktor yang mempengaruhi kesadaran kurang diperhatikan atau diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan, maka perilaku mengelola sampah yang diharpkan juga tidak terwujud. Hal ini merupakan tantangan yang harus diselesaikan oleh Pemda Bekasi agar suksesnya kebijakan yang telah dibuatnya.

OPSI KEBIJAKAN YANG DAPAT DITEMPUH PEMDA BEKASI
Kebijakan yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola  sampah perlu dicarikan solusi yang tepat agar dapat memaksimalkan hasil. Untuk itu pemerintah dapat melakukan langkah – langkah lebih lanjut dalam upaya memaksimalkan hasil dari kebijakan yang telah ditetapkan.
1.      Peningkatan Sarana Prasaran
Peningkatan sarana prasarana sangat diperlukan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah. Kurangnya sarana prasarana akan  menjadikan hambatan secara sosial dan institusional  yang dapat mempengaruhi locus of control individu untuk tidak percaya kepada kebijakan pemda (Blake, 1999). Sedangkan menurut Kollmuss dan Agyeman (2002) infrstruktur merupakan faktor eksternal individu yang dapat mempengaruhi kesadaran. Peningkatan sarana prasarana tentunya bukan hanya yang berguna secara fisik seperti alat angkut, Tempat  Pengolahan Akhir (TPA), Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ataupun Tempat  Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Namun perlu juga sarana komunikasi yang berfungsi untuk membangun hubungan antara pengelola sampah dengan masyarakat. Komunikasi bermanfaat sebagai sarana untuk menanamkan kesadaran masyarakat (Koda, 2012b). Sarana komunikasi tersebut dapat memotivasi warga dalam pengelolaan sampah (Koda, 2012a). Hal ini diperlukan untuk terbangunnya kegiatan pengelolaan sampah yang terpadadu. Adanya komunikasi yang berfokus pada penanganan sampah antara warga dan penyelenggara pengelola sampah terbukti telah mengantarkan Finlandia sebagai negara yang paling sukses dalam minimisasi limbah rumah tangga (Koda, 2012a).
2.      Peningkatan Pengetahuan Masyarakat
Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah dapat ditingkatkan dengan menambah pengetahuan (Kollmuss & Agyeman, 2002) yang dapat dilakukan diantaranya dengan edukasi. Namun edukasi semata tidaklah efektif dalam meningkatkan kesadaran karena masih faktor yang dapat menghambat terlaksananya perilaku mengelola sampah. Apalagi kalau pendidikan yang diberikan hanya sebatas pentingnya mengelola dan langkah pengelolaan yang dapat dilakukan. Padahal pengelolaan sampah adalah hal yang cukup luas dan pengelolaan yang efektifpun terus berkembang. Penelitian bidang sosial menemukan bahwa pendidikan masih belum cukup untuk merubah perilaku, cenderung hanya bemanfaat untuk jangka (Gardner & Stern, 1996). Oleh karena itu diperlukan strategi pendidikan yang menggabungkan pendekatan lain dalam usaha peningkatan kesadaran pengelolaan sampah. Salah satunya adalah penyedian informasi. Kurangnya informasi dapat menjadi hambatan internal yang serius untuk bertindak secara efektif bagi individu.
Penyedian informasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan hambatan dan memandu perilaku cukup efektif (McDougall, Clayton, & Ritchie, 1983). Namun pemberian informasipun perlu mempertimbangkan cara-cara yang efektif dan terbukti dalam penelitian, baik cara mengemasnya maupun menyampaikannya. Cara – cara tersebut diantaranya berupa prompt/ anjuran, pengaktifan norma sosial, feedback, dan modeling. Prompt merupakan strategi yang paling efektif untuk mempengaruhi keragaman perilaku sosial (Hahn, 2004). Pengaktifan norma sosial terbukti memotivasi orang untuk bertindak/ berperilaku sesuai harapan yang diinginkan (Goldstein, Cialdini & Griskevicius, 2008).
3.      Evaluasi dan pendataan
Evaluasi terhadap kebijakan sangat diperlukan untuk dapat memperbaiki langkah selanjutnya (Dunn, 2000). Selain evaluasi yang bersifat umum perlu juga pendataan terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tiap wilayah. MGB yang diajukan oleh Perugini dan Bagozzi (2001) merupakan salah satu model yang dapat kita gunakan untuk melihat mengelola sampah seperti kebiasaan orang membuang sampah dan lainnya. Orang yang dari kampung terbiasa membuang sampah organik ke kebun yang masih luas, saat tinggal di kota akan membuang sampah ditempat yang kosong. Sikapnya juga kurang peduli terhadap sampah yang non organik karena kurangtahunya. Apalagi kalau fasilitas penunjang kurang, menjadikannya memiliki rasa negative terhadap perilaku mengelola sampah. Ditambah adanya orang-orang disekitarnya juga banyak melakukan hal tersebut dan juga kontrol perilaku menganggap mengelola sampah menyusahkan karena fasilitas atau menganggap tidak cukup tempat dan waktu. Hal – hal tersebut pada akhirnya mempengaruhi hasrat/keinginan rendah untuk berniat melakukan pengelolaan sampah. Niat yang rendah bila diikuti juga perilaku kebiasaan, maka yang muncul adalah perilaku yang tidak mendukung pengelolaan sampah yang diharapkan.
Evaluasi dan pendataan berguna untuk menentukan strategi yang tepat yang dapat dilaksanakan di wilayah/daerah tertentu.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Uraian diatas cukup untuk dapat menarik suatu kesimpulan kondisi yang ada dari kebijakan Pemda Bekasi dan mengajukan sebuah rekomendasi yang dapat digunakan untuk perbaikan.
1.      Kesimpulan
Kebijakan Pemda Bekasi dalam upaya meningkatkan kesadaran pengelolaan sampah masyarakat belum maksimal, terlihat dari masih banyaknya timbulan – timbulan sampah dan banyaknya warga yang masih membuang sampah ke sungai. Hal tersebut akibat dari kurang kesiapan pemda dalam implementasi baik dari sarnaprasarana maupun strategi edukasi yang diterapkan. Akhirnya masih banyak langkah yang harus dilakukan pemda dalam menjalankan kebijakannya agar mendpatkan hasil maksimal.
2.      Rekomendasi
Pemerintah Daerah Bekasi dapat melakukan evaluasi dan juga pendataan menyeluruh yang dapat digunakan untuk perbaikan lebih lanjut. Langkah perbaikan bukan hanya menambah sarana prasarana fisik namun juga fasilitas untuk terbangunnya komunikasi tentang pengelolaan sampah antara warga dengan penyelengga pengelola sampah dari pemda. Sedangkan langkah edukasi perlu dilakukan dengan memperhatikan teknik – teknik komunikasi yang efektif. Langkah persuasif dalam memberikan informasi yang memotivasi dengan cara merangkai pesan dan membingkai pesan (framing massage) perlu diterapkan agar terjadi perubahan perilaku yang diharapkan (Pelletier & Sharp, 2008). Selanjutnya komunikasi tetap terus dibangun agar perilaku tersebut menetap, sehingga perilaku mengelola sampah dapat menjadi kebiasaan seperti yang ada di Finlandia (Koda, 2012a).

Daftar Pustaka
Baumeister, R. F., & Masicampo, E. J. (2010). Conscious thought is for facilitating social and cultural interactions: How mental simulations serve the animal–culture interface. Psychological review, 117(3), 945.
Carrus, G., Passafaro, P., & Bonnes, M. (2008). Emotions, habits and rational choices in ecological behaviours: The case of recycling and use of public transportation. Journal of Environmental Psychology, 28(1), 51-62.
Chawla, L. (1999) Life paths into effective environmental action. The Journal of Environmental Education. 31(1), pp. 15–26
Chawla, L. (1998). Significant life experiences revisited: a review of research on sources of pro-environmental sensitivity. The Journal of Environmental Education, 29(3), pp. 11–21.
Dunn, W. N. (2000). Pengantar analisis kebijakan publik. Gadjah Mada University Press.
Fishbein, M., & Ajzen, I. (2005). The influence of attitudes on behavior. The handbook of attitudes, 173-222.
Fishbein, M. & Ajzen, I. (1975) Belief, Attitude, Intention, and Behavior: an introduction to theory and research (Reading, MA, Addison-Wesley).
Gardner, G. T., & Stern, P. C. (1996). Environmental problems and human behavior. Allyn & Bacon
Goldstein, N. J., Cialdini, R. B., & Griskevicius, V. (2008). A room with a viewpoint: Using social norms to motivate environmental conservation in hotels. Journal of consumer Research, 35(3), 472-482.
Hahn, N.C. (2007). Reducing environmental tobacco smoke and cigarette litter in outdoor settings on a university campus. Southern Illinois University. Master of Science Dissertation.
Hana, O. D. (2014, September 14). Bodetabek: PENGOLAHAN SAMPAH: Pemkot Bekasi Targetkan Peningkatan 75%. Retrieved Oktober 2, 2014, from jakarta.bisnis.com: http://jakarta.bisnis.com/read/20140914/383/257239/pengolahan-sampah-pemkot-bekasi-targetkan-peningkatan-75
Hendro. (2014, Juli 22). Indek berita:warga Kaum Bekasi Terancam Banjir. Retrieved Oktober 10, 2014, from : http://harianterbit.com/m/ welcome/read /2014/07/22/5580/28/18/Warga-Bekasi-Kaum-Terancam-Banjir
Hijau, P. (2005, April 4). Posko Hijau. Retrieved Oktober 11, 2014, from Sampah.biz: http://www.sampah.biz/2005/04/gerakan-darurat-penanganan-sampah-kota.html
Info Publik. (2014, Februari 4). Nusantara: Dinsih Kota Bekasi Imbau Perusahaan Miliki Sistem Pengolahan Sampah. Retrieved Oktober 19, 2014, from http://infopublik.org: http://infopublik.org/read/67277/dinsih-kota-bekasi-imbau-perusahaan-miliki-sistem-pengolahan-sampah.html
JAR. (2014, September 22). Published: Bekasi Butuh Teknologi Modern Untuk Penanganan Sampah. Retrieved Oktober 12, 2014, from celotehanakbekasi.com: http://celotehanakbekasi.com/bekasi-butuh-teknologi-modern-untuk-penanganan-sampah/
Kollmuss, A & Agyeman, J (2002): Mind the Gap: Why do people act environmentally and what are the barriers to pro-environmental behavior?,Environmental Education Research, 8:3, 239-260
Kovač, V. B., & Rise, J. (2011). The role of desire in the prediction of intention: The case of smoking behavior. Swiss Journal of Psychology/Schweizerische Zeitschrift Für Psychologie/Revue Suisse De Psychologie, 70(3), 141-148. doi:http://dx.doi.org/10.1024/1421-0185/a000049
Koda, S. (2012b). Theoretical Approach to the Collaborative Environmental Activities: Household Waste Disposal towards Environmentally Friendly Daily Life. International Journal of Humanities and Social Science, 2(6), 104-110.
Koda, S. (2012a). The Motivation for Proenvironmental Behavior: Household Waste Disposal Towards Environmentally Friendly Daily Life: Case Studies in Finland. Journal of Educational and Social Research, 2(1), 191-198.
McDougall, G., Claxton, J., and Ritchie, J. (1983). Resi­dential home audits: An empirical analysis of the ENERSAVE program. Journal of Environmental Sys­tems, 12, 265-278.
Masnelyarti. (n.d.). Siaran Pers: Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Retrieved Oktober 2, 2014, from Kementrian Lingkungan Hidup: http://www.menlh.go.id/peraturan-pemerintah-nomor-81-tahun-2012-tentang-pengelolaan-sampah-rumah-tangga-dan-sampah-sejenis-sampah-rumah-tangga/
Pelletier, L. G., & Sharp, E. (2008). Persuasive communication and proenvironmental behaviours: How message tailoring and message framing can improve the integration of behaviours through self-determined motivation.Canadian Psychology/Psychologie canadienne, 49(3), 210.
Pemerintah Daerah Kota Bekasi (2011). Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bekasi.
Perugini, M., & Bagozzi, R. P. (2004). The distinction between desires and intentions. European Journal of Social Psychology, 34(1), 69-84.
Perugini, M., & Bagozzi, R.  P. (2001).  The role of desires and anticipated emotions in goal-directed behaviours: Broadening and deepening the theory of planned behaviour.  The British Journal of Social Psychology, 40, 79-98.  Retrieved from http://search. proquest. com/docview/219200883?accountid=17242
PT. Songgolangit Persada. (2014). PT. Songgolangit Persada. Retrieved Oktober 1, 2014, from em4-indonesia.com: http://em4-indonesia.com/wakil-walikota-bekasi-h-ahmad-syaikhu-menuju-kota-bekasi-bersih-dari-sampah/
Rajecki, D.W. (1982 ) Attitudes : themes and advances (Sunderland, MA, Sinauer)
Republika Online. (2012, Mei 24). Home: Nasional: Kurangnya Fasilitas, 800 Ton Sampah di Bekasi Terbengkalai. Retrieved Oktober 10, 2014, from republika.co.id: www.republika.co.id/berita/jabodetabek-nasional/12/05/24/m4i66-kurangnya fasilitas- 800-ton-sampah- di-bekasi-terbengkalai
Sihotang, J. (2014, April 2). Kota Kita: Dilema Sampah di Kota Bekasi Tak Terselesaikan. Retrieved Oktober 11, 2014, from harianterbit.co: http://www.sinarharapan.co/news/read/140402234/Dilema-Sampah-di-Kota-Bekasi-Tak-Terselesaikan-

Owens, S. (2000) Engaging the public: information and deliberation in environmental policy. Environment and Planning A, 32, pp. 1141–1148.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar