Rabu, 15 April 2009

THAHARAH Batin

Artikel > Mensucikan Hati
Total : 16 data (30 / hal). Diurutkan berdasarkan Tanggal Terbaru
TanggalSort AscendingSort Descending
JudulSort AscendingSort Descending - KategoriSort AscendingSort Descending
HitsSort AscendingSort Descending
17 Jun 2008
Menahan Amarah
Kategori : Mensucikan Hati
8845

03 Jun 2008
Malu itu Penting
Kategori : Mensucikan Hati
5952

30 May 2008
Tiga Sumber Segala Dosa
Kategori : Mensucikan Hati
5109

27 May 2008
Cantik Lahir Batin
Kategori : Mensucikan Hati
5003

27 May 2008
Mengendalikan Amarah
Kategori : Mensucikan Hati
2449

09 May 2008
Tahapan Yakin
Kategori : Mensucikan Hati
2457

25 Mar 2008
Kekuatan Ikhlas
Kategori : Mensucikan Hati
6091

29 Feb 2008
Dampak Buruk & Cara Menyembuhkan Sifat Menyenangi Ghibah (Gossip)
Kategori : Mensucikan Hati
2904

29 Feb 2008
Sebab-sebab Terjerumus Dalam Ghibah (Gossip)
Kategori : Mensucikan Hati
2011

29 Feb 2008
Pengecualian Dibolehkannya Ghibah
Kategori : Mensucikan Hati
1984

29 Feb 2008
Makna Ghibah (Gossip) dan Jenis-jenisnya
Kategori : Mensucikan Hati
2066

29 Feb 2008
Raja’ (berharap) dan Khauf (cemas)
Kategori : Mensucikan Hati
2207

29 Feb 2008
Makna Mensucikan Hati (Tazkiyatun Nafs)
Kategori : Mensucikan Hati
3338

11 Nov 2006
Sabarnya Ayub as, sabarnya Sulaiman as, sabarnya Yusuf as, dan sabarnya Musa as
Kategori : Mensucikan Hati
4273

25 Aug 2006
Mengapa Niat Belum Terwujud Sudah Diberi Pahala ?
Kategori : Mensucikan Hati
4126

07 Jul 2006
Hati Ibarat Rumah
Kategori : Mensucikan Hati
6350



Total : 16 data (30 / hal). Diurutkan berdasarkan Tanggal Terbaru

THAHARAH Batin

Tiga Sumber Segala Dosa
http://www.kebunhikmah.com/article-detail.php?artid=414

Nabi SAW bersabda, ''Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hati terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan bersujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap tamak (rakus), karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang, dan berhati-hatilah terhadap iri hati, karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil) salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati." (HR Ibn Asakir melalui Ibn Mas'ud).

Jiwa manusia diliputi oleh sifat takabur pada saat manusia merasa memiliki kelebihan, baik berupa ilmu pengetahuan, harta benda, ataupun jabatan. Dalam keadaan seperti ini, setan tidak akan tinggal diam, dia akan membisikkan dan memasang perangkap untuk menjerumuskan manusia dengan melakukan tindakan yang tidak terpuji. Seperti, mencela, menghina, dan merendahkan orang lain.

Sifat kedua yang diingatkan pada kita untuk mencermatinya adalah sifat tamak (rakus). Sering kali kita melihat betapa rakusnya manusia dalam mempertahankan apa yang sedang dalam genggamannya, baik berupa harta, kekuasaan, ataupun kedudukan. Sama sekali ia tidak mau berbagi dan hanya mau dinikmati sendiri. Ia tidak pernah merasa cukup dan tidak pernah bersyukur atas apa yang diperolehnya.

Padahal, Allah SWT menjanjikan dan mengingatkan berulang kali kepada manusia bahwa sekecil apa pun perbuatan baik yang kita lakukan tidak akan sia-sia. ''Barang siapa yang mau berbuat baik walau sebesar biji dzara pun Allah SWT akan membalasnya.'' (QS Alzalzalah [99]: 7).

Ketiga, hasud atau iri hati. Dengki atau iri hati adalah perasaan tidak rela atau tidak suka melihat orang lain mendapatkan kebaikan atau kenikmatan. Ketika dalam diri manusia telah tertanam sifat dengki, ia akan menghalalkan segala cara untuk menghancurkan orang yang ia dengki. Ia tidak senang melihat orang lain sukses, pintar, hidup bahagia, dan lebih kaya darinya. Sikap seperti ini akan menghapus segala bentuk kebaikan yang selama ini ia peroleh. Perbuatan baiknya akan sia-sia karena dalam dirinya terdapat sifat iri hati.

Takabur, tamak, dan hasud merupakan tiga perangai buruk yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang tidak terpuji. Karena itu, Rasulullah SAW selalu mengingatkan kepada kita untuk menjauhi tiga hal yang menyebabkan manusia terjerumus dalam tipu daya setan. Wallahu a'lam bish-shawab.




Sumber : Republika, Hikmah
Sumber Segala Dosa
Oleh : Rahmat Hidayatullah

THAHARAH Batin

Budaya Malu,
oleh Prof. Dr. Achmad Satori Ismail (IKADI)


Ketika Abu Qilabah keluar untuk sholat berjamaah, bertemu dengan Umar bin Abd Al Aziz yang juga sedang menuju masjid untuk jama’ah sholat ashar. Beliau kelihatan membawa secarik kertas, maka Abu Qilabah bertanya: Wahai Amirul mukminin, geranga kertas apakah ini ? Beliau menjawab ini adalah secarik kertas berisi sebuah hadits yang aku riwayatkan dari Aun bin Abdillah. Aku tertarik sekali dengan hadits ini maka aku tulis dalam secarik kertas ini dan sering aku bawa. Abu Qulabah berkata; ternyata di dalamnya tertera sebuah hadits sbb. “Diriwayatkan dari Aun bin Abdillah, ia berkata: Aku berkata kepada Umar bin Abdil Aziz bahwa aku telah meriwayatkan hadits dari seorang sahabat nabi saw yang kemudian diketahuinya oleh Umar. Aku berkata, ia telah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Sesungguhnya rasa malu, iffah ( menjauhi yang syubhat) , dan diamnya lisan bukanlah diamnya hati, serta pemahaman (agama) adalah termasuk dalam keimanan. Semuanya itu termasuk yang menambah dekat kepada akhirat dan mengurangi keduniaan, dan termasuk apa-apa yang lebih banyak menambah keakhiratan.Tapi Sebaliknya, Sesungguhnya ucapan jorok, perangai kasar dan kekikiran termasuk dalam kenifakan (prilaku kemunafikan) dan semuanya itu menambah dekat dengan dunia dan mengurangi keakhiratan serta lebih banyak merugikan akhirat.
(Sunan Ad Darami)

Kejadian di atas menunjukkan betapa besar perhatian Umar bin Abdil Aziz terhadap masalah yang mendorongnya untuk meningkatkan masalah keakhiratannya. Hadits tentang rasa malu ini mendapat perhatian khusus sehingga ditulis dalam secarik kertas yang sering dibawa kemana-mana. sampai waktu berangkat sholat jamaahpun dibawa pula. Di antara isi dari inti hadits ini bahwa rasa malu adalah sebagian dari iman dan bisa menambah urusan keakhiratannya..

Definisi rasa malu

Ketika seorang mau melanggar aturan agama misalnya, maka ia merasakan dalam dirinya sesuatu yang tidak enak, merasa malu ataupun rasa takut. Karena pelanggaran agama atau menentang disiplin bertentangan dengan fitrahnya sehingga menimbulkan rasa malu. Seorang yang ingin mencuri kemudian tidak jadi mencuri, karena dalam dirinya masih ada rasa malu. Namun bila rasa malu ini dikikis terus dengan pelanggaran maka hilanglah rasa malunya dan akhirnya menjadi orang yang memalukan, contohnya seorang wanita yang berpakaian ketat, pada awalnya ada rasa malu yang kemudian lama kelamaan menjadi hilang rasa malunya.

Keutamaan rasa malu:

1. Rasa malu adalah penghalang manusia dari perbuatan dosa

Rasa malu adalah pangkal semua kebaikan dalam kehidupan ini, sehingga kedudukannya dalam seluruh sifat keutamaan adalah bagaikan kepala dengan badan. Maksudnya, tanpa rasa malu maka sifat keutamaan lain akan mati. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Rasa malu tidak mendatangkan selain kebaikan.
Busyair bin Ka’b berkata: Dalam kata-kata bijak tertera :”Sesungguhnya rasa malu memiliki keagungan dan dalam rasa malu terdapat ketenangan” ( HR Bukhori dan Muslim)

2. Rasa malu merupakan salah satu cabang dari iman dan indicator nilai keimanan seseorang

Rasa malu adalah cabang dari iman. Seabagaimana Rasulullah saw menyatakan: “Iman terdiri dari enam puluh cabang lebih dan rasa malu sebagian cabang dari iman ( HR Bukhori)

Rasulullah saw melewati seorang anshor yang sedang menasehati saudaranya tentang rasa malu, maka Rasulullah bersabda: “ Biarkanlah ia memiliki rasa malu karena malu itu termasuk dalam keimanan”
(Bukhori dan Muslim)

Bahkan lebih dari itu, dalam hadits lain dinyatakan: “iman dan rasa malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan kondisi. Bila rasa malu tidak ada maka imanpun akan sirna”( HR Al Hakim)

3. Rasa malu adalah inti akhlak islami

Anas r.a. meriwayatkan hadits bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah rasa malu”.

Diriwayatkan dari Ya’la bahwa Rasulullah saw melihat seorang mandi di tanah lapang, maka Rasulullah seketika naik mimbar dan setelah memuji Allah beliau bersabda : “sesungguhnya Allah adalah Maha Malu yang suka menutupi ‘aib yang mencintai rasa malu. Jika salah seorang dari kamu mandi hendaklah ia mandi di tempat tertutup.

4. Rasa malu adalah benteng akhir keislaman seseorang

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa nabi saw telah bersabda: “Sesungguhnya Allah azza Wajalla apabila hendak menghancurkan seorang hamba menarik darinya rasa malu, apabila rasa malu telah dicopot maka tidaklah kau jimpai dia kecuali dlam keadaan tercela dan dibenci, Bila sudah tercela dan dibenci maka akan dicopot darinya sifat amanah. Apabila sifat aamanah telah tercopot maka tidak kau jumpai dia kecuali menjadi seorang yang pengkhianat, bila sudah menjadi pengkhianat maka dicopot darinya sifat kasih sayang. Bila sifat kasih sayang telah dicopot darinya maka tidak kau jumpai dia kecuali dalam keadaan terlaknat dan bila dalam keadaan terlaknat maka akan dicopotlah ikatan islam darinya.

5. Rasa malu merupakan akhlak yang sejalan dengan fitrah manusia

Rasa malu sebagai hiasan semua perbuatan. Dalam hadits yang diriwayatkan Anas r.a. bahwa rasulullah saw telah bersabda: “Tidaklah ada suatu kekejian pada sesuatu perbuatan kecuali akan menjadinya tercela dan tidaklah ada suatu rasa malu pada sesuatu perbuatan kecuali akan menghiasinya.
(Musnad Ahmad)

Diriwayatkan dari Ibnu abbas r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda pada Al Asyaj al ‘Asry ; “Sesungguhnya dalamdirinmu terdapat dua sifat yang dicintai Allah yaitu kesabaran dan rasa malu.
( Musnad ahmad)

Diriwayatkan dari anas r.a. ia berkata: Rasulullah telah bersabda; Orang yang paling kasih sayang dari umatku adalah Abu Bakar r.a, orang yang paling tegas dalam masalah agama dri umatku adalah Umar r.a Orang yang paling merasa malu adalah Utsman r.a. Orang yang paling mengetahui halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal. Orang yang paling mengerti tentang Al quran adalah Ubay r.a. Orang yang paling mengetahui tentang faroidl adalah Zaid bin Tsabit. Setiap umat memiliki orang keperayaan dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah Ibn al jarroh.
(Musnad Ahmad)

Al Fudleil bin ‘iyadh menyatakan: Ketika manusia sudah tidak memiliki rasa malu lagi maka tidak ada bedanya dengan bianatang.


Karakteristik rasa malu

Diriwayatkan dari abdillah ibni Mas’ud r.a. ia berkata, Rasulullah telah bersabda pada suatu hari : “Milikilah rasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya.! Kami (para sahabat) berkata: Wahai rasulullah sesungguhnya kami alhamdulillah telah memiliki rasa malu. Rasulullah bersabda: “ Bukan sekedar itu akan tetapi barangsiapa yang mealu dari allah dengan sesungguhnya, hendaknya menjaga kepalanya dan apa yang ada di dalamnya, hendaknya ia menjaga peruta dan aapa yang didalamnya, hendaknya ia mengingat mati dan hari kehancuran. Dan barangsiapa menginginkan akhirat ia akan meninggalkan hiasan dunia . Barangisapa yang mengerjakan itu semua berarti ia telah merasa malu kepada allah dengan sesungguhnya.
(Musnad Ahmad)


Dalam hadits di atas kita dapat menarik empat karakteristik rasa malu yang sebenarnya yaitu:
1. Menjaga kepala dan sekitarnya
2. Menjaga perut dan segala isinya
3. Mengingat mati dan hari kehancuran
4. Menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir.

Berikut ini penjelasan empat karakteristik rasa malu yang sebenarnya:
1. Menjaga kepala dan sekitarnya.

Yang dimaksud dengan menjaga kepala dan sekitaranya adalah sbb.
a. Menjaga indera penglihatannya agar jangan sampai melihat kepada yang haram, mencari-cari kesalahan orang lain dan hal-hal lain yang diharamkan Allah swt. Yang termasuk menjaga indera penglihatan adalah menggunakannya untuk membaca Alquran, mempelajari lmu, merenungi alam semesta dan bersengan-sengan dengan memandang yang halal.
b. Menjaga indera pendengaran dengan menggunakannya untuk mendengarkan bacaan Al Quran, mendengarkan pengajian dan menjauhi mendengarkan ghibah, namimah dsb
c. Menjaga lisan dengan mempergunakannya untuk dzikrullah, memberi nasehat, menyampaikan dakwah dan menjauhi segala ucapa yang diharamkan seperti adudomba, mengumpat, menghina orang lain dsb.
d. Menjaga mulut dengan membiasakan menggunakan siwak, memasukkan makanan yang halal dan menjauhi makanan yang haram. Menjauhi tertawa berlebihan dst.
e. Menjaga muka dengan membiasakan bermuka manis, tersenyum dan ceria setiap ketemu kawan.
f. Menjaga akal dengan menjauhi pemikiran yang sesat seperti pemikiran muktazilah, sekuler, islam liberal dsb.

2. Menjaga perut dan seisinya

Yang dimaksud dengan menjaga perut seisinya adalah:
a. Menjaga hati dengan menanamkan keikhlasan dan melakukan muhasabah serta menjauhi penyakit hati seperti riya’, ujub, sombong, kufur, syirik dsb.
b. Menjaga saluran pernafasan dengan tidak merusak saluran pernafasan seperti meokok dsb.
c. Menjaga kemaluan dengan menjauhi apa-apa yang diharamkan Allah seperti perzinahan dsb.
d. Menjaga saluran pencernaan dengan henya memasukkan makanan dan minuman yang halal saja.

3. Mengingat mati dan hari kiamat.

Mengingat mati akan membawa kita kepada upaya untuk meningkatkan ketakwaan . Kematian cukuplah bagi kita sebagai nasihat agar kita taubat dan kembali kepada Allah. Orang yang berbahagia adalah orang yang senantiasa melupakan kebaikan, mengingat dosa, mengingat kematian, melihat orang yang lebih rendah di bidang dunia dan melihat orang yang lebih baik dalam bidang akhirat. Orang yang mengingat kematian akan terdorong untuk menyiapkan bekal menuju akhirat dan melu melanggar larangan Allah

4. Menjadikan akhirat sebagi tujuan akhir.

Assindi mengatakan dalam syarah Sunan Ibni Majah sbb: Pengertian hadits “ Bila kamu tdiak memiliki rasa malu maka berbuatlah semaumu” adalah bahwa rasa malu itu merupakan benteng manusia dari perbuatan buruk. Orang yang memeiliki rasa malu terhadap Allah akan menghalanginya dari pelanggaran agama. Orang yang malu terhadap manusia akan menjauhi semua tardisi jelek manusia. Bila rasa malu ini hilang dari seseorang maka ia tidak peduli lagi terhadap perbuatan dan ucapannya. Perintah dalam hadits ini memiliki makna pemberitahuan yang intinya bahwa setiap orang harus melihat perbuatannya. Bila perbuatan itu tidak menimbulkan rasa malu maka hendaknya ia melakukannya bila sebaliknya ia harus meninggalkannya. (Sunan Ibni Majah syarh Sindi)

Bangsa Indonesia yang sudah tidak lagi memiliki budaya malu, harus kembali melaksanakan empat anjuran Rasulullah secara massif demi menuju kebangkitan menggapai kegemilangan di masa mendatang.


(Prof. Dr. Achmad Satori Ismail)
ikadi.org

THAHARAH Batin

Menahan Amarah
Oleh : Nasher Akbar

''Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.'' (Ali-Imron: 133-134).

Amarah merupakan tabiat manusia yang sulit untuk dikendalikan. Dan, Allah menjadikan orang yang mampu untuk menahan amarahnya sebagai salah satu ciri orang yang bertakwa. Di samping itu Allah akan memberikan pahala kepada orang yang menahan amarahnya lalu memaafkan mereka yang menyakitinya. Allah berfirman, ''Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.'' (Asy-Syuura: 40).

Abu hurairah meriwayatkan bahwa pada suatu hari, seorang lelaki mendatangi Rasulullah SAW. Ia berkata kepada beliau. Ya Rasulullah! Nasihatilah saya! Sabdanya, ''Janganlah engkau marah.'' Lalu beliau ulangkan beberapa kali, dan sabdanya, ''Jangan engkau marah.'' (HR Bukhori).

Penekanan Rasulullah SAW di atas menunjukkan betapa pentingnya menahan amarah. Karena ia adalah penyebab terjadinya pertikaian, perpecahan, dan permusuhan. Dan bila ini terjadi, maka akan membawa dampak negatif kepada umat Islam. Oleh sebab itu pula, Islam tidak membenarkan seorang Muslim untuk saling bertikai dan saling berpaling satu sama lain melebihi dari tiga malam.

Sahabat Abu Bakar ra pernah mendapatkan teguran dari Allah SWT karena kemarahan yang dilakukannya dengan bersumpah untuk tidak memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri Aisyah. Allah berfirman, ''Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat-(nya).

Betapa indahnya dunia ini, jika setiap orang berusaha menahan amarahnya. Pertikaian, kerusuhan, permusuhan di mana-mana tidak akan terjadi. Karena kejahatan yang dibalas dengan kejahatan tidaklah memberikan solusi, namun menambah persoalan dan memperpanjang perselisihan.



Sumber : Republika

Latar Belakang Pentingnya Bersuci

Perintah Bersuci di Al Qur’an dan Hadits

Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Taala berfirman (yang artinya), "Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki." (Al-Maidah: 6).

Allah juga berfirman, "Dan, pakaianmu bersihkanlah." (Al-Mudatstsir: 4).
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (Al-Baqarah: 222).

Rasulullah bersabda (yang artinya), "Kunci salat adalah bersuci." Dan sabdanya, "Salat tanpa wudu tidak diterima." (HR Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, "Kesucian adalah setengah iman." (/I)(HR Muslim).

Jenis-jenis Bersuci (Thaharah)

Thaharah itu terbagi menjadi dua bagian: lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat, sombong, ujub, riya, dan sum'ah dengan ikhlas, yakin, cinta kebaikan, lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT dengan semua niat dan amal saleh.

Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi, atau tayammum).

Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya. Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum.

Sarana Untuk Bersuci

Thaharah bisa dilakukan dengan dua hal.
1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut, berdasarkan dalil-dalil berikut. "Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci." (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw. bersabda, "Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya." (HR Al-Baihaqi. Hadits ini dhaif, namun mempunyai sumber yang sahih).
2. Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, "Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku." (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, "…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci." (An-Nisa: 43).

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya."(HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).

"Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat pada malam yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin." (HR Bukhari).

Penjelasan tentang Hal yang Najis

Hal-hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda, "Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci." (HR Muslim).



Sumber: Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi (Alislam.or.id)

Kitab Bersuci

Kitab Bersuci

http://opi.110mb.com/haditsweb/muslim/b3_bersuci.htm

1. Kewajiban bersuci ketika salat

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Salat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwudu. (Shahih Muslim No.330)

2. Cara wudu dan kesempurnaannya

  • Hadis riwayat Usman bin Affan ra.:
    Bahwa Ia (Usman ra.) minta air lalu berwudu. Beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali lalu berkumur dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian membasuh wajahnya tiga kali, lantas membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, tangan kirinya juga begitu. Setelah itu mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, begitu juga kaki kirinya. Kemudian berkata: Aku pernah melihat Rasulullah saw. berwudu seperti wuduku ini, lalu beliau bersabda: Barang siapa yang berwudu seperti cara wuduku ini, lalu salat dua rakaat, di mana dalam dua rakaat itu ia tidak berbicara dengan hatinya sendiri, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni. (Shahih Muslim No.331)

3. Keutamaan wudu dan salat sunat wudu

  • Hadis riwayat Usman ra.:
    Dari Abu Anas bahwa Usman ra. berwudu di kedai dan berkata: Maukah aku tunjukkan cara wudu Rasulullah saw.? Kemudian ia berwudu tiga kali tiga kali. (Shahih Muslim No.337)

4. Wudu Nabi saw.

  • Hadis riwayat Abdullah bin Zaid bin Ashim Al-Anshari ra.:
    Dia pernah diminta berwudu seperti wudu Rasulullah saw., Lalu ia minta air sebejana, kemudian menuangkannya pada kedua tangannya dan membasuhnya tiga kali. Setelah itu ia masukkan tangannya lalu mengeluarkannya, berkumur dan menghirup air ke hidung dari satu telapak tangan. Ia mengerjakannya tiga kali. Sesudah itu ia memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya, kemudian membasuh wajahnya tiga kali. Setelah itu memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya, kemudian membasuh kedua tangannya sampai siku masing-masing dua kali. Lalu memasukkan tangan lalu mengeluarkannya, kemudian mengusap kepala. Ia mengusapkan kedua tangannya ke depan lalu ke belakang. Setelah itu membasuh kedua kakinya sampai mata kaki, dan berkata: Demikianlah wudu Rasulullah saw.. (Shahih Muslim No.346)

5. Hitungan ganjil dalam hal menghirup air ke hidung dan beristinja dengan batu

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Nabi saw. bersabda: Apabila salah seorang di antara engkau beristinja dengan batu, hendaklah beristinja dengan hitungan ganjil dan apabila berwudu lalu memasukkan air ke hidung, hendaklah mengeluarkannya. (Shahih Muslim No.348)

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Nabi saw. bersabda: Apabila salah seorang di antara engkau bangun tidur, hendaklah mengeluarkan air dari hidungnya (istintsar) tiga kali, karena setan itu menginap di batang hidungnya. (Shahih Muslim No.351)

6. Wajib membasuh kedua kaki dengan sempurna

  • Hadis riwayat Abdullah bin Umru ra., ia berkata:
    Bersama Rasulullah saw. kami kembali dari Mekah menuju Madinah. Ketika kami berada pada sebuah oase di tengah jalan, beberapa orang tergesa-gesa menunaikan salat Asar. Mereka berwudu dengan tergesa-gesa. Lalu kami dekati mereka, tampak tumit mereka tidak terkena air, maka Rasulullah saw. bersabda: Siksa neraka bagi (pemilik) tumit itu. Sempurnakanlah wudu kalian. (Shahih Muslim No.354)

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Nabi saw. melihat seorang lelaki tidak membasuh kedua tumitnya, beliau bersabda: Siksa neraka, bagi para pemilik tumit. (Shahih Muslim No.356)

7. Sunat memperluas basuhan dari yang wajib, seperti membasuh muka lebih luas, tangan, kaki

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Kalian adalah orang-orang yang memiliki cahaya muka, cahaya tangan dan cahaya kaki pada hari kiamat, karena penyempurnaan wudu. Maka barang siapa di antara kalian yang mampu, hendaklah ia memanjangkan cahaya putih tersebut. (Shahih Muslim No.362)

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. menziarahi kuburan. Beliau berdoa: "Semoga keselamatan tetap dilimpahkan kepadamu, hai kaum yang mukmin dan kami, insya Allah akan menyusulmu". Aku senang apabila aku dapat bertemu dengan saudara-saudaraku. Para sahabat bertanya: Bukankah kami saudara-saudaramu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Engkau adalah sahabat-sahabatku, sedang saudaraku adalah orang-orang yang belum datang setelahku. Mereka bertanya lagi: Bagaimana engkau dapat mengenal umatmu yang belum datang di masa ini? Beliau bersabda: Tahukah engkau, seandainya ada seorang lelaki memiliki kuda yang bersinar muka, kaki dan tangannya kemudian kuda itu berada di antara kuda-kuda hitam legam, dapatkah ia mengenali kudanya? Mereka menjawab: Tentu saja dapat, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Sesungguhnya umatku akan datang dengan wajah, kaki dan tangan yang bersinar, bekas wudu. Aku mendahului mereka datang ke telaga. Ingat! Beberapa orang akan dihalang-halangi mendatangi telagaku, sebagaimana unta hilang yang dihalang-halangi. Aku berseru kepada mereka: Kemarilah! Lalu dikatakan: Sesungguhnya mereka telah mengganti (ajaranmu) sesudahmu. Aku berkata: Semoga Allah menjauhkan mereka. (Shahih Muslim No.367)

8. Siwak

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan orang-orang beriman (dalam hadis riwayat Zuhair, umatku), niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan salat. (Shahih Muslim No.370)

  • Hadis riwayat Abu Musa ra., ia berkata:
    Aku mendatangi Nabi saw. sementara ujung siwak berada di mulut beliau. (Shahih Muslim No.373)

  • Hadis riwayat Hudzaifah ra., ia berkata:
    Apabila Rasulullah saw. bangun untuk melakukan salat tahajjud, beliau menggosok giginya dengan siwak. (Shahih Muslim No.374)

9. Karakter fitrah alami

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Fitrah itu ada lima, atau ada lima perkara yang termasuk fitrah; berkhitan; mencukur rambut kemaluan; memotong kuku; mencabut bulu ketiak dan menggunting kumis. (Shahih Muslim No.377)

  • Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Potonglah kumis dan panjangkanlah jenggot. (Shahih Muslim No.380)

10. Cebok dan adab buang air

  • Dari Abu Ayyub Al-Anshari ra.:
    Bahwa Nabi saw. bersabda: Apabila engkau ke WC, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya ketika kencing atau buang air besar, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat. (Shahih Muslim No.388)

  • Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra. bahwa ia berkata:
    Banyak orang berkata: Apabila engkau duduk buang hajatmu, janganlah menghadap kiblat atau Baitulmakdis. Abdullah berkata: Aku pernah naik ke loteng rumah, aku melihat Rasulullah saw. duduk berjongkok buang hajat di atas dua buah batu dengan menghadap ke Baitulmakdis. (Shahih Muslim No.390)

11. Larangan beristinja dengan tangan kanan

  • Hadis riwayat Abdullah bin Abu Qatadah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Janganlah seorang di antara kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanan saat kencing. Jangan beristinja dengan tangan kanan. Dan janganlah bernafas dalam wadah (minuman). (Shahih Muslim No.392)

12. Menggunakan tangan kanan dalam bersuci atau lainnya

  • Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. suka memulai dengan yang kanan saat bersuci, menyisir rambut dan memakai sandal. (Shahih Muslim No.395)

13. Beristinja dengan air dari buang hajat

  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. pernah memasuki kebun, diikuti seorang anak muda yang membawa kendi, ia paling muda di antara kami, lalu anak muda itu meletakkan kendinya dekat pohon bidara. Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan hajat beliau menemui kami lagi. Tadi beliau beristinja dengan air. (Shahih Muslim No.398)

14. Mengusap sepasang khuf (sepatu kulit)

  • Hadis riwayat Jarir bin Abdullah ra.:
    Dari Hammam, ia berkata: Jarir pernah buang air kecil, kemudian berwudu dan mengusap sepasang khufnya. Lalu ia ditanya: Engkau melakukan hal itu? Dia menjawab: Ya, aku pernah melihat Rasulullah saw. buang air kecil, kemudian berwudu dan mengusap sepasang khuf beliau. (Shahih Muslim No.401)

  • Hadis riwayat Hudzaifah ra., ia berkata:
    Aku pernah bersama Nabi saw. tiba di suatu tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Beliau kencing dengan berdiri, lalu aku menjauh. Beliau bersabda: Mendekatlah, maka aku mendekat sampai berdiri di dekat tumit beliau. Kemudian beliau berwudu dan mengusap sepasang khuf beliau. (Shahih Muslim No.402)

  • Hadis riwayat Mughirah bin Syu`bah ra.:
    Dari Rasulullah saw. bahwa beliau keluar untuk buang hajat dan Mughirah mengikutinya dengan membawa sekantung air. Setelah Nabi selesai ia menuangkan airnya. Beliau berwudu dan mengusap kedua khuf beliau. (Shahih Muslim No.404)

15. Orang yang akan wudu makruh mencelupkan tangannya yang diragukan kenajisannya ke dalam wadah (air) sebelum dibasuh tiga kali

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Nabi saw. pernah bersabda: Apabila salah seorang di antara engkau bangun tidur, janganlah mencelupkan tangannya ke dalam bejana air sebelum membasuhnya tiga kali, karena ia tidak tahu dimanakah tangannya menginap. (Shahih Muslim No.416)

16. Hukum jilatan anjing

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Apabila anjing minum (dengan ujung lidahnya) dalam wadah milik salah seorang di antara kalian, hendaklah ia membuang airnya kemudian membasuh wadah itu tujuh kali. (Shahih Muslim No.418)

17. Larangan kencing pada air tergenang

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Janganlah salah seorang di antara kalian kencing dalam air yang diam tergenang lalu mandi dengan air tersebut. (Shahih Muslim No.424)

18. Wajib membasuh air kencing dan najis-najis lain yang ada di mesjid dan bahwa tanah dapat disucikan dengan air tanpa harus menggalinya

  • Hadis riwayat Anas ra.:
    Bahwa seorang badui kencing di mesjid, lalu sebagian sahabat menghampirinya. Rasulullah saw. bersabda: Biarkan, jangan engkau hentikan. Anas berkata: Ketika orang itu telah selesai, Nabi saw. meminta seember air, lalu menyiramkannya pada tempat kencing itu. (Shahih Muslim No.427)

19. Hukum air kencing bayi yang masih menyusu dan cara membasuhnya

  • Hadis riwayat Aisyah istri Nabi ra.:
    Bahwa Nabi saw. pernah didatangi orang-orang yang membawa beberapa bayi, kemudian beliau mendoakan dan menyuapi mereka. Lalu seorang anak kencing dan mengenai beliau. Lantas beliau meminta air dan menuangkannya pada air kencing tadi dan tidak mencucinya. (Shahih Muslim No.430)

  • Hadis riwayat Ummu Qais binti Mihshan ra.:
    Bahwa ia datang kepada Rasulullah saw. dengan membawa putranya yang belum pernah makan makanan, kemudian meletakkannya di pangkuan beliau, lalu bayi tersebut kencing. Beliau hanya menyiramnya dengan air. (Shahih Muslim No.432)

20. Hukum mani (sperma)

  • Hadis riwayat Aisyah ra.:
    Dari Alqamah bahwa seseorang datang kepada Aisyah, kemudian Aisyah berkata: Seandainya engkau melihat mani, maka engkau cukup mencuci tempatnya saja, kalau engkau tidak melihatnya, engkau siram air di sekitarnya. Aku pernah mengerik mani pada pakaian Rasulullah saw. dengan sekali kerik, kemudian beliau memakainya untuk salat. (Shahih Muslim No.434)

21. Najisnya darah dan cara membasuhnya

  • Hadis riwayat Asma ra., ia berkata:
    Seorang wanita datang kepada Nabi saw., ia berkata: Salah seorang di antara kami, pakaiannya terkena darah haid. Apa yang harus dilakukannya? Beliau bersabda: Mengerik darah itu, lalu menggosoknya dengan air, kemudian dibasuh. Setelah itu ia boleh salat dengan pakaian tersebut. (Shahih Muslim No.438)

22. Dalil najisnya air kencing dan kewajiban membersihkannya

  • Hadis riwayat Ibnu Abbas ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. pernah melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda: Ingat, sesungguhnya dua mayit ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena ia dahulu suka mengadu domba, sedang yang lainnya disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya. Kemudian beliau meminta pelepah daun kurma dan dipotongnya menjadi dua. Setelah itu beliau menancapkan salah satunya pada sebuah kuburan dan yang satunya lagi pada kuburan yang lain seraya bersabda: Semoga pelepah itu dapat meringankan siksanya, selama belum kering. (Shahih Muslim No.439)


Sumber: http://hadith.al-islam.com/bayan/Tree.asp?Lang=IND

THAHARAH 13

613 Kewajiban Mandi Selepas Haid Dan Nifas Serta Permasalahan Istihadah

1. Haid- Masa haid itu sekurang-kurangnya sehari semalam, dan menurut biasanya ialah tujuh hari tujuh malarn. Apabila lebih dari 15 hari, maka itu bukanlah darah haid lagi, tetapi adalah darah istihadah (darah penyakit). Sekurang-kurangnya waktu suci antara dua haid itu 15 hari, dan tidak ada batas bagi lamanya waktu suci itu. Ada kalanya perempuan itu putus haid, yaitu tidak berhaid lagi, menurut pendapat sebagian ulama menyatakan apabila perempuan itu sudah berumur 60 tahun dan ada juga yang menyatakan sampai dengan umur 50 tahun. Apabila seorang perempuan berhenti haidnya, wajiblah mandi, sesuai dengan hadis:

"Dan Aisyah r.a bahwa Fatimah binti AN Hubaisy bertanya kepada Nabi SAW katanya: "Ya Rasulullah, aku ini perempuan yang istihadah (penyakit keluar darah terus) tak pemah bersih-bersih, apakah saya boleh meninggalkan sholat? Maka jawab Nabi SAW: "Tidak, karena sesungguhnya itu tidak lain dan darah penyakit, bukan darah haid, maka apabila telah datang darah haid, tinggalkan sholat, dan apabila telah pergi (sudah kering atau sudah cukup harinya haid) maka bersihkanlah darah itu dan kerjakan sholat." (Riwayat Muslim)

Rasulullah SAW bersabda artinya:

'Maka apabila datang haid, tinggalkanlah sholat, dan apabila bersih darah haid itu, mandilah dan sholatlah"

2. Nifas - Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan, mengiringi wiladah (setelah melahirkan anak). Lamanya nifas itu adakalanya sebentar saja (satu lahzah), dan biasanya 40 hari. Selama-lama nifas itu 60 hari 60 malam. Jika lebih dari 60 hari, itu adalah darah istihadah. Mengenai kaum perempuan bernifas lamanya 40 hari itu adalah sesuai dengan hadis Nabi SAW. Dan Ummi Salamah r.a. dia berkata:

"Adalah para wanita yang bemifas pada masa Rasulullah SAW itu, duduk/berhenti selama 40 hari dan 40 malam." (Riwayat Abu Daud, Tirmizi dan lain-lain)

Pada hadis lain, ada pula dinyatakan artinya: dari Anas r.a ia berkata:

"Adalah Rasulullah SAW membatasi waktu bagi perempuan perempuan yang nifas itu 40 hari, kecuali ia melihat suci sebelum itu"(Riwayat Ibnu Majah)

3. Istihadhah - Kalau lebih dari 40 hari, maka itu bukan nifas lagi tetapi adalah istihadah. Bila istihadah, maka tidak boleh ia meninggalkan sholat dan puasanya, sesuai dengan hadis Nabi SAW.
Dari Abdullah bin Amr, katanya: telah bersabda Rasulullah SAW:

"Orang-orang yang bernifas, harus menunggu 40 hari dan malam, maka jika ia telah melihat suci sebelum itu, maka ia istihadah, la wajib mandi dan wajib menegakkan sholat. ' (Riwayat Al-Hakim)

Mengenai orang yang istihadah, ia wajib menunaikan sholat. Satu kali berwuduk untuk satu kali sholat yang fardhu dan boleh untuk beberapa kali sholat sunat. Syaratnya pula sudah masuk waktu sholat barulah ia wuduk untuk sholat fardhu.

THAHARAH 12

612 Larangan Bagi Orang Yang Haid Dan Nifas

Bagi orang-orang yang sedang haid dan nifas, diharamkan baginya:

  1. Sholat fardhu dan sholat sunat, sujud tilawah dan sujud syukur.
    Larangan sholat ini adalah berdasarkan firman Allah Taala pada surah An-Nisa ayat 43, yang bermaksud:
    "Wahai orang yang benman, janganlah kamu kerjakan sholat, padahal kamu sedang rnabuk sehingga kamu tahu apa yang kamu ucapkan. Dan janganlah kamu kerjakan sholat, padahal kamu sedang junub, kecuali sudah mandi."
  2. Menyentuh, mengangkat, memegang Al Ouran.
  3. Membaca Al Quran walau satu ayat sekalipun. Rasulullah SAW bersabda maksudnya:
    "Orang yang junub dan perempuan yang haid, tidak boleh membaca sesuatu dari Al Ouran." (Riwayat At-Thabrani)
    Adalah diwajibkan bagi seorang wanita itu rnembaca wirid dan zikir yang menjadi amalannya sehari-hari dengan niat zikir bukannya niat membaca Al Qur'an.
  4. Diam di Masjid.
    Orang yang sedang haid dan nifas tidak bolet lewat dan duduk di masjid. Jika haid, ia dikuatirkan terjatuh pada kawasan masjid.

THAHARAH 11

611 Haid Nifas Dan Istihadhah

Haid:

Darah yang keluar dari faraj perempuan, ketika berumur sembilan lahun atau lebih dalam keadaan sehat dan secara kebiasaan pada waktu yang tertentu bukan karena sakit. Sekurang-kurangnya masa haid itu sehari semalam. Biasanya enam atau tujuh hari. Sebanyak banyaknya lima belas hari dengan malamnya.

Nifas:

Darah yang keluar mengiringi bayi yang dilahirkan. Darah yang keluar sebelum beranak tidak dinamakan nifas. Sekurang-kurangnya masa nifas itu satu lahzah, sebanyak-banyaknya enam puluh hari dan kebiasaannya empat puluh hari.

Istihadhah:

Darah yang keluar bukan pada masa haid dan nifas. la dikenali sebagaidarah penyakit.

Wiladah:

Salah satu sebab yang menyebabkan wajib mandi ialah wiladah (melahirkan anak), walau anak yang lahir itu tidak basah sekalipun.

THAHARAH 10

610 Sunat-sunat Mandi Hadas
  1. Menghadap kiblat
  2. Membaca Bismillah
  3. Mencuci dua tangan dan berwuduk (dengan niat berwuduk sunat untuk mandi),
  4. Menggosok dengan telapak tangan mana-mana tempat di seluruh anggota badan,
  5. Mulai cuci anggota sebelah kanan.
  6. Mencuci tiga kali.

PERINGATAN
Hendaklah berturut-turut (muallat) mencuci suatu anggota dengan anggota yang lain. Jangan sampai terjadi tenggang waktu yang lama di antara anggota itu. Muallat di sini ialah jangan sampai kering anggota yang dibasuh itu sebelum mencuci anggota yang lain.

THAHARAH 9

609 Rukun Mandi Hadas

  1. Niat - mula niat ketika terkena air pada setiap anggota tubuh
  2. Hilangkan segala najis pada tubuh terlebih dahulu sebelum mandi.
  3. Mengenakan dan meratakan air pada kulit, rambut dan bulu serta seluruh bagian badan atau kemaluan yang zahir ketika qada hajat. Tidak ada beda antara rambut dan bulu yang jarang dengan yang lebat, semuanya harus terkena disampaikan dan diratakan air pada luar dan dalamnya. Rambut yang bersanggul wajib dilepas supaya terkena air. Rambut yang bersimpul dengan sendiri, jika tidak sampai air ke dalamnya adalah dimaafkan. Bulu-bulu di dalam hidung tidak wajib dibasuh karena termasuk anggota dalam (batin) tetapi jika terkena najis wajib dibasuh karena masalah najis lebih berat daripada junub. Wajib meratakan air pada celah kuku, sekiranya ada daki dan kotoran lain hendaklah dibuang kemudian dicuci.

NIAT

Secara umumnya mandi hadas besar dapat diniatkan seperti berikut: "Sahaja aku mengangkat hadas besar karena Allah Taala."

Lain-lain Niat:

  1. Mandi junub: "Sahaja aku mengangkat hadas besar karena Allah Taala. "
  2. Mandi karena haid: "Sahaja aku mandi wajib suci dari haid karena Allah Taala. "
  3. Mandi karena nitas: "Sahaja aku mandi wajib suci dari nifas karena Allah Taala."

THAHARAH 8

608 Sebab-sebab Yang Mewajibkan Mandi
  1. Jimak atau bersetubuh - wajib mandi walaupun tidak keluar mani.
  2. Keluar mani baik itu banyak atau sedikit, terjaga atau tertidur, bernafsu atau tidak.
  3. Mati - orang yang hidup wajib memandikan mayat itu kecuali orang itu mati syahid.
  4. Keluar darah haid bagi perempuan yang sudah cukup umurnya (baligh).
  5. Keluar darah nifas yaitu darah yang keluar mengiringi persalinan.
  6. etika bersalin (wiladah) walaupun tidak keluar darah bersama anaknya (tidak ada nifas) diwajibkan mandi juga.

THAHARAH 7

607 Istinjak

Dalam bahasa asal ia berarti melepaskan diri dari sesuatu. Maksudnya ialah bercebok atau bersuci. Hukumnya wajib, apabila keluar sesuatu dari dua saluran qubul atau dubur seperti kencing atau tahi. Jika angin yang keluar, tidaklah wajib beristinjak. Alat untuk beristinjak adalah dengan menggunakan air atau batu atau benda yang keras tapi suci dan bukan dari benda yang dihormati atau benda yang cair seperti air mawar dan cuka. Cukuplah bersuci dengan air atau tiga butir batu. Yang afdhalnya beristinjak dengan batu dahulu kemudian diikuti dengan air.

Bersuci dengan batu atau sejenisnya hendaklah memenuhi beberapa syarat:
a. Najis yang keluar itu masih basah.
b. Najis itu tidak merebak atau meleleh dari tempat keluarnya.
c. Najis itu tidak terkena percikan najis lain pada tempat najis yang ada itu.

THAHARAH 6

606 HADAS KECIL

Yaitu sesuatu yang tidak dapat dikesan kehadirannya secara lahir tetapi dikira ada oleh syariat pada anggota-anggota wuduk. la mencegah sahnya suatu ibadah seperti sholat. (Untuk suci dari hadas kecil mestilah berwuduk dahulu).

Sebab-sebab hadas kecil:

  1. Keluar sesuatu dari qubul dan dubur baik itu yang keluar itu benda yang suci atau benda yang najis, kering atau basah, sedikit ataupun banyak, sengaja atau terpaksa kecuali mani yang keluar pada kali pertama.
  2. Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang ajnabi
    (yaitu boleh berkawin). Tidak mengapa menyentuh anak-anak yang belum mengerti malu (mumaiyiz). Tidak batal wuduk jika bersentuhan dengan kuku, rambut atau gigi
  3. Menyentuh kemaluan manusia dengan perut jari dan tapak tangan.
  4. Hilang akal disebabkan tidur kecuali tidur yang tetap punggungnya, pitam, mabuk atau gila.

THAHARAH 5

605 Bersugi

http://kawansejati.ee.itb.ac.id/605-bersugi

Bersugi artinya menyuci atau membersihkan gigi dengan menggunakan alat seperti sikat gigi, kayu sugi, manggar kelapa dan sabut. Hukumnya sunat muakkad. Digalakkan bersugi ketika hendak membaca Al Quran, sewaktu hendak sholat, apabila berubah bau mulut, setelah bangun dari tidur, sebelum tidur, ketika mengambil air untuk sholat, sewaktu berzikir, sewaktu memasuki Ka'bah, hendak masuk rumah setelah berjalan, ketika hendak bersetubuh, ketika haus dan lapar, ketika hampir mati supaya mudah keluar roh, sewaktu musafirdan lain-lain lagi. Tidak disunatkan bersugi setelah tergelincir matahari sampai masuk matahari bagi orang yang berpuasa malahan makruh bersugi pada masa itu baik itu puasa fardhu atau puasa sunat.

Sunat bersugi dengan tangan kanan: mulai pada sebelah kanan mulut, digosokkan pada langit-langit mulut dengan perlahan-lahan, digosok alas gusi. Bersugi juga banyak fadhilatnya. Sholat dua rekaat dengan bersugi lebih afdhal daripada sholat sunat tujuh puluh rekaat tanpa bersugi. la menyucikan segala kekotoran di mulut, mendatangkan keredhaan Allah, mengurangkan bongkok dan sakit pinggang, menggandakan pahala dan mengingatkan dua kalimah syahadah ketika hampir mati.

THAHARAH 4

604 Benda-benda Najis Dan Pembagian Najis

Najis ada banyak..
Darah, nanah, danur, susu binatang yang tidak boleh dimakan, arak (tiap-tiap cairan yang memabukkan tidak termasuk yang beku atau keras), anjing, babi dan segala bangkai semuanya najis kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang.

Najis terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Najis Mukhaffafah:
Najis yang ringan yaitu air kencing anak lak -laki di bawah umur dua tahun yang belum makan makanan kecuali menghisap susu ibu saja. Cara menyucikannya cukup dengan dipercikkan air saja pada tempat kencing itu.
2. Najis Mughallazah:
Najis yang berat yaitu anjing, babi dan keturinan kedua-duanya. Jika seseorang terkena anggota binatang tersebut dalam keadaan basah wajib disucikan dengan disamak. Cara menyucikannya ialah dengan dicuci tujuh kali dengan air mutlak dan salah satunya hendaklah dengan air tanah.
3. Najis Mutawassitah:
Najis pertengahan yaitu selain najis mukhaffafah dan najis mughallazah. Cara menyucikannya jika ada ain, hendaklah dihilangkan ainnya itu dan segala sifatnya yaitu rasanya, baunya dan warnanya. Jika setelah dicuci didapati masih tidak hilang rasanya seperti kesat, hendaklah dicuci lagi hingga hilang rasa itu. Setelah itu jika tidak hilang juga, ia dimaafkan. Jika bau atau wama najis itu masih tidak hilang setelah dicuci dan digosok tiga kali, hukumnya adalah dimaafkan. Jika najis itu sudah tidak ada lagi ainnya dan tidak ada lagi sifatnya seperti air kencing yang sudah kering pada kain dan hilang sifatnya, cukuplah dengan dicucuri air pada tempat yang terkena najis itu (najis hukmi).
Arak apabila telah menjadi cuka dengan sendirinya maka hukumnya suci dengan syarat tidak dimasukkan benda lain di dalam tempat pemeramannya.

PERINGATAN

Cara:
1. Mencuci tiap-tiap yang terkena najis yang diiktirafkan oleh syariat ialah dengan cara dialirkan atau dijiruskan air yang suci (air mutlak) ke atas benda yang dicuci meskipun sekali saja. Jika tidak dibuat begitu, seperti dicelupkan benda yang kena najis itu ke dalam air yang sedikit seperti dalam basin atau periuk yang telah ada air di dalamnya walaupun air itu mutlak, hukumnya tidak suci walaupun beberapa kali celup sekalipun. Hal ini harus diambil perhatian karena banyak berlaku di rumah makan-rumah makan, orang mencuci daging dan ikan dengan dicelup-celupkan saja. Kecuali kalau dicelupkan ke dalam air yang lebih dari dua kolah.

2. Satu cara lagi ialah dengan mengubah najis aini menjadi najis hukmi (atau najis yang telah hilang bau, rasa dan warna). Kaedahnya adalah seperti berikut:

a. Buangkan sisa najis dahulu.
b. Lapkan kawasan najis.
c. Biarkan beberapa han sehingga ia berubah menjadi najis hukmi yaitu dengan cara ia kering sendiri, diletakkan di bawah kipas angin atau dijemur.
d. Kemudian baru lalukan air ke atasnya sekali atau dilap dengan kain basah.

THAHARAH 3

603 Najis Dan Cara Menyucikannya
  1. Setiap benda yang cair atau lembut yang keluar dari dubur atau qubul hukumnya najis kecuali mani baik itu mani manusia atau binatang. Ini tidak termasuk mani anjing dan babi atau keturunan dari keduanya.
  2. Bagi benda yang keras seperti biji, cacing tidaklah najis. Cuma apabila terkena najis harus dibersihkan. Sebagai contoh biji guli yang keluar dari dubur seorang anak-anak yang tertelannya, tidaklah najis setelah dicuci dapat disimpan. Berbeda dengan batu karang yang keluar dari orang berpenyakit kencing manis, ia adalah najis sebab batu itu terjadi dari air kencing, bukan ditelannya.
  3. Benda yang keluar dari lubang yang lain selain dubur atau qubul hukumnya suci kecuali muntah dan air liur basi yang keluar dari dalam tembuni makanan yang warnanya kuning dan berbau busuk. Kedua-duanya najis.
  4. Ain najis tidak boleh disucikan. Yang boleh disucikan ialah sesuatu yang terkena najis (mutannajis)

Thaharah 2

602 PEMBAGIAN AIR

Air terbagi kepada empat bagian:

1. Air yang suci dan dapat menyucikan benda yang lain (dapat digunakan untuk mengangkat najis dan hadas) dan tidak makruh digunakan. la disebut air mutlak. Air mutlak ialah air yang tidak bercampur dengan suatu benda yang dapat mengubah nama air itu. Umpamanya, air sumur atau air ledeng, kita tetap menyebutnya air saja dengan tidak perlu menyebut air sumur atau air ledeng karena air itu tidak terikat dengan perkataan sumur atau ledeng. orang terus paham itu adalah air.

Berbeda dengan air yang bercampur dengan kopi, air mawar, air kelapa dan lain-lain. Air itu telah berubah namanya jadi air kopi, air mawar, air kelapa dan sebagainya. Air kopi, air kelapa, air tebu dan lain-lain tidaklah termasuk dalam golongan air mutlak bahkan termasuk ke dalam golongan air yang suci pada dirinya tetapi tidak menyucikan benda lain.

2. Air yang suci pada dirinya dan menyucikan benda yang lain juga tetapi makruh digunakan pada badan. Maknanya karena ditakuti terkena penyakit sopak atau bertambah kuat sopaknya atau menjadi kekal sopaknya. la dikenal dengan nama air musyammas yaitu air yang terkena panas matahari di dalam tempat seperti besi, tembaga dan lain-lain. Air ini hanya makruh digunakan unruk membasuh badan, untuk masak makanan dan untuk minuman

3. Air yang suci pada dirinya tetapi tidak dapat menyucikan benda yang lain, ia dikenal sebagai air mustakmal yaitu air yang telah digunakan untuk mengangkat hadas yang pertama pada anggota wuduk yang wajib atau mandi wajib dan telah digunakan untuk membasuh najis. Air itu pada lahimya tidak berubah dan tidak bertambah beratnya. Air itu jika dikumpulkan sampai cukup dua kolah atau lebih akan menjadi air mutlak. Yang juga disebut air mustakmal adalah air yang berubah salah satu daripada tiga sifat yaitu bau, rasa atau warna dengan sebab bercampur dengan cairan atau serbuk yang suci seperti sirup, kopi dan susu serta tidak tampak di mata seperti yang bercampur dengan air mawar yang sudah hilang baunya. Jika terjadi pada suatu benda yang suci tetapi tidak berlaku perubahan sampai hilang nama air mutlak seperti bercampur dengan teh yang sedikit (tidak menguningkan air itu) atau bercampur dengan gula yang sedikit (tidak memaniskan air itu), maka air itu masih suci dan menyucikan yang lain. Air yang berubah karena bercampur dengan suatu benda yang tidak dapat dihindarkan seperti tanah atau lumut di tempat air yang mengalir dan berlekuk dianggap suci lagi menyucikan.

4. Air yang terkena najis yaitu air yang terjatuh najis ke dalamnya atau sesuatu yang terkena najis, jika air itu tidak sampai dua kolah baik berubah atau tidak ia disebut air mutannajis dan air ini tidak suci dan tidak dapat menyucikan yang lain. Tidak disebut air mutannajis jika terjatuh ke dalamnya najis yang dimaafkan seperti bangkai binatang yang tidak berdarah (jenis binatang yang tidak berdarah sendiri) seperti lalat, kumbang, lipas, kalajengking dan nyamuk. Tetapi jika bangkai-bangkai itu dicampakkan dengan sengaja ke dalam air itu, atau ia telah merubah sifat air itu maka tidak lagi dimaafkan. Tidak dihukumkan mutannajis juga jika air itu bercampur dengan najis yang halus lagi tidak dapat dilihat oleh mata yang sederhana walaupun ia najis mughallazah (najis berat).
Air yang banyak (dua kolah atau lebih) tidak menjadi mutannajis dengan sebab masuk ke dalamnya benda yang najis melainkan jika berubah sifatnya baik itu bau, rasa atau warnanya.

UKURAN AIR DUA KOLAH

Air dua kolah itu sebanyak kurang lebih:
a. 52 galen atau
b. 13 tin minyak tanah atau
c. 230 liter atau
d. penuh sebuah tangki empat persegi yang panjangnya 23 inci. lebarnya 23 inci dan dalamnya 23 inci (7 kaki padu), atau
e. penuh sebuah tangki bulat garis pusatnya 18 inci dan dalamnya 46 inci.

THAHARAH 1

THAHARAH 1


Penjelasan bersuci

  1. Menurut perkataan sehari-hari, bersuci artinya membersihkan diri atau benda-benda dari najis dan kotoran seperti air ludah, kotoran hidung dan tahi telinga.
  2. Arti bersuci menurut syariat ialah menghilangkan halangan untuk beribadah dikarenakan adanya hadas atau najis atau menghilangkan halangan untuk memakan suatu benda dengan sebab kenajisannya.
  3. Alat untuk bersuci itu ialah air, tanah dan batu. Namun airlah yang paling mudah untuk digunakan sebagai alat untuk bersuci.
  4. Hukum bersuci dari hadas dan najis adalah wajib mengikut ijmak ulama. Syarat bersuci dan hadas adalah dengan air dan sekiranya air tidak ada ataupun tidak dapat menggunakan air untuk bersuci maka hendaklah bertayammum.

AIR YANG SAH UNTUK BERSUCI

Air yang sah untuk bersuci hanyalah air mutlak termasuk:

  1. Air hujan,
  2. Air embun.
  3. Air laut.
  4. Air sungai.
  5. Air sumur.
  6. Air mata air.
  7. Air salju.

Air di atas tidak peduli sifat asalnya putih, hitam, kelabu, jernih, keruh masam, manis dan sebagainya, asalkan ia sumber asli yang keluar dari bumi atau turun dari langit.

THAHARAH

THAHARAH/Bersuci
http://materitarbiyah.wordpress.com/2008/03/15/bersuci-thaharoh/

I. Hukum dan Penjelasan Bersuci

Bersuci adalah bagian terpenting dari kehidupan seorang muslim. Bersuci berkaitan erat dalam hal sah atau tidaknya ibadah mahdoh (wajib) yang kita lakukan. Sebagai contoh sholat, sebelum mengerjakan sholat kita diwajibkan berwudhu terlebih dahulu. Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “Kesucian itu penutup iman”. (HR. Muslim).

Secara hukum, berdasarkan Al Qur’an dan hadits bersuci adalah wajib, QS. Al Mudatsir (74) : 4, Al baqarah (2) : 222. Dalam shalat misalnya, shalat tidak akan dianggap sah apabila belum melakukan wudhu.

Suci (thaharah) itu terdiri dari dua macam, yaitu : suci lahir dan suci batin. Secara definitif yang dimaksud dengan suci batin ialah suci dari dosa dan maksiat. Untuk bersuci secara batin melalui bertobat dengan tobat nashuha (tobat yang sungguh-sungguh) dan membersihkan diri dari penyakit hati seperti syirik, sombong, hasad, dengki dan lain-lain. Semua itu dilakukan dengan keikhlasan dan berniat hanya mencari ridha Allah SWT.

Bersuci secara lahir maksudnya adalah bersuci dari hadats. Suci dari hadats artinya menghilangkan najis-najis dengan menggunakan air yang suci guna membersihkan pakaian, badan dan tempat ibadah yang dipakai untuk shalat.

II. Alat yang Digunakan untuk Bersuci

Alat yang digunakan untuk bersuci ada dua bermacam-macam, yaitu:

1. Air Mutlak

a. Air hujan
b. Air laut
“Air laut itu suci dan mensucikan, dimana bangkai hewan yang berada di dalamnya pun halal.” (HR. Al Khamsah)
c. Air telaga
“Bahwa Rasulullah pernah meminta diambilkan satu wadah air zamzam, lalu beliau meminum sebagian dari air tersebut dan berwudhu dengannya.” (HR. Ahmad)

2. Air Musta’mal
“Bahwa Rasulullah membasuh kepala dengan sisa air yang terdapat pada tangannya.” (HR. Abu Dawud)

3. Air yang bercampur dengan barang yang suci

“Rasulullah pernah masuk ke rumah kami ketika putrinya, Zainab, meninggal dunia. Lalu beliau berkata: Mandikanlah ia tiga atu lima kali atau lebih, jika menurutmu lebih dari itu adalah lebih baik, dengan air atau serta daun bidara. Pada basuhan yang terakhir campurkan dengan kapur barus. Jika telah selesai, maka beritahukan kepadaku. Setelah selesai memandikan jenazah Zainab, kami memberitahukan kepada Rasulullah, kemudian beliau memberikan kain kepada kami seraya berkata: “Pakaikanlah kain ini pada tubuhnya.” (HR. Mutafaq’alaih)

4. Air yang jumlahnya dua kullah

“Apabila jumlah air itu mencapai dua kullah, maka air itu tidak mengandung kotoran (tidak najis).” (HR. Khamsah)

5. Debu yang bersih yang ada di atas tanah, pasir, batu-batu kerikil atau pasir laut. QS. An Nisa (4) : 43
Rasulullah SAW bersabda: “Tanah itu telah diciptakan bagiku tempat sujud dan mensucikan” (HR. Ahmad diriwayatkan di dalam shahihain)

III. Etika Buang Air

Diantara bukti perhatian Islam terhadap kebersihan dan kesucian serta penghormatan yang diberikan Allah kepada manusia adalah dengan mengharuskan membersihkan diri ketika buang air sehingga tidak ada najis yang menempel pada tubuh, termasuk pakaiannya.

1. Hal-hal yang Patut Dilakukan Sebelum Buang Air

a. Mencari tempat yang kosong dan jauh dari penglihatan manusia

Hadits, “Apabila Nabi SAW hendak buang air besar, beliau pergi sehingga tidak seorangpun yang tahu.” (HR. Abu Dawud)

b. Dilarang membawa sesuatu yang terdapat asma Allah SWT. Hal ini berdasarkan hadits, “Nabi Muhammad SAW memakai cincin yang tertulis Muhammad Rasulullah. Beliau selalu menanggalkan cincin tersebut bila mau buang air.” (HR. Tirmidzi)

c. Bila masuk ke kamar mandi (WC) hendaknya mendahulukan kaki kiri seraya berdo’a, “Bismillaahi allaahumma innii a’uudzubika minal khubutsi wal khabaaits.” (HR. Bukhari). Dilarang mengangkat pakaian penutup aurat terlalu tinggi (di tempat-tempat yang memungkinkan orang lain untuk melihatnya.

d. Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang air. Hal ini berdasarkan hadits, “Janganlah kalian menghadap kiblat atau membelakanginya ketika melakukan buang air besar atau kecil.”

e. Dilarang buang air besar dan kecil di tempat berteduh, tempat lalu lalang, sumber air orang banyak dan di bawah pohon yang berbuah. Hadits riwayat Hakim, “Jauhilah tiga perkara yang tercela: buang air besar di sumber-sumber air, di tengah jalan dan di tempat berteduh.”

f. Dilarang berbicara ketika sedang buang air besar, Sabda Rasul SAW, “Jika dua orang sedang buang air besar, maka keduanya saling membelakangi keduanya, juga dilarang berbicara, karena sesungguhnya Allah sangat membenci hal itu”. (HR. Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah)

2. Cara Bersuci (Istinja’)

a. Bersuci sebanyak tiga kali atau ganjil. Hal ini berdasarkan hadits, “Bahwa Nabi SAW memerintahkan untuk menggunakan tiga batu dan melarang menggunakan kotoran binatang dan potongan tulang.” (Abu Hurairah)

b. Dilarang menggunakan tangan kanan. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah salah seorang diantara kamu membersihkan kemaluannya dengan tangan kanan ketika buang air.” (HR Mutafaq’Alaih)

c. Lebih baik menggunakan air bila ada. Aisyah berkata, “Perintahkan suami-suami kalian untuk bersuci dengan air sesungguhnya Rasulullah SAW melakukannya.” (HR. Tirmidzi)

3. Hal-hal yang Layak Dilakukan Setelah Buang Air

Ketika keluar mendahulukan kaki kanan seraya berdo’a. “Ghufraanaka” (aku mengharap ampunan Engkau) atau berdo’a “Alhamdulillaahiladzii adzhaba ‘annil ‘adzaa wa ‘aafani”. (segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan yang telah menyehatkanku).

IV. Etika Mandi

Seorang muslim diajarkan tata cara mengenai menjaga kebersihan badan yaitu dengan cara mandi. Islam mengenalkan istilah mandi wajib bagi umatnya. Bagi seorang muslim yang sudah memasuki masa aqil baligh ia harus sudah diperkenalkan apa yang dimaksud mandi wajib karena hal ini akan menjadi bagian dari perkembangan hidupnya.
Mandi itu diwajibkan apabila memenuhi salah satu dari kelima kriteria di bawah ini:

1. Keluar mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun kondisi terjaga baik laki-laki maupun perempuan
2. Selesai haid dan nifas bagi perempuan
3. Junub (hubungan suami istri)
4. Meninggal, mayat wajib dimandikan
5. Orang kafir bila masuk Islam

Dibawah ini tata cara mandi

1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mandi

a. Fardhu Mandi

- Niat. Berniat untuk menghilangkan hadats besar dan kecil.
- Membasuh seluruh badan dengan menggosok hal-hal yang mungkin digosok
- Mengguyur air ke tempat yang tidak bisa digosok sampai bisa diperkirakan air telah merata ke seluruh tubuh
- Menyela jari-jemari dan rambut, serta tempat-tempat yang biasanya tidak terairi oleh air seperti pusar, dll.

b. Sunnah Mandi

- Membaca Basmallah
- Sebelum mandi, membersihkan kedua telapak tangan
- Terlebih dahulu menghilangkan kotoran
- Mendahulukan anggota badan wudhu sebelum membersihkan badan
- Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung, lalu membersihkan daun telinga

c. Makruh Mandi

- Menghambur-hamburkan air
- Mandi di tempat yang terkena najis dikhawatirkan terkena najis
- Mandi dengan menggunakan air sisa yang digunakan oleh perempuan untuk bersuci
- Mandi di tempat terbuka tanpa penutup baik dinding ataupun sejenisnya
- Mandi di air yang diam, tidak mengalir. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kalian yang sedang junub mandi di air yang diam.” (HR. Muslim)

2. Tata Cara Mandi Wajib

Hadits dari Aisyah r.a., “Rasulullah SAW bila hendak mandi junub (mandi wajib), beliau memulai dengan membersihkan kedua tangannya sebelum memasukkannya ke dalam bejana, kemudian beliau membersihkan farjinya, lalu berwudhu seperti wudhu akan shalat, lalu membersihkan rambutnya dengan air, kemudian mengguyurkan kepalanya tiga kali, baru mengguyurkan air ke seluruh tubuh.” (HR. Tirmidzi)

V. Penutup

Inilah salah satu dari nilai-nilai Islam dalam menjaga dan membersihkan diri. Dalam keadaan darurat bila tidak ada air, kita diperkenankan menggunakan debu untuk tayamum.

Referensi :

1. Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim), Abu Bakar Jabir el Jazairi
2. Fiqh Sunnah Jilid 1 dan 2, Sayid Sabiq